Keluarga Pak Trisno 10 [Tamat]

“Ngomong-ngomong, koq masih belum ada yang ngasih papa hadiah ulang tahun nih, taun lalu mama ngasih jam tangan, Doni ikat pinggang, Nanda dompet. Sekarang mana nih..

“Sindirku, karena sampai saat ini masih belum terlihat bungkusan kotak kado dengan dihiasi ikatan pita seperti biasanya.

“Nih pa… Udah Doni siapin dari tadi.” ujar Doni, sambil mengambil bungkusan kado dari bawah meja makan.

“Terima kasih Doni…” ucapku, sambil menerima bungkusan yang langsung aku buka saat itu juga. Yang ternyata isinya adalah sebuah topi, dan langsung aku pakai.

“Makasih topinya ya Doni, kayaknya cocok nih untuk papa…”

“Sama-sama pa… Jangan lihat nilainya lho pa. Tapi lihat keikhlasannya dalam memberi.” ujar Doni.

“Ah, bisa aja kamu. Ya iyalah, itu topi paling juga kamu beli dipinggir jalan, yang harganya lima belas ribu..” goda Nanda.

“Eh, enak aja. Itu aku beli di mall tau, harganya 95 ribu..” sanggah Doni.

“Nanda sama mama mana nih..” tagihku, karna tidak juga kulihat tanda-tanda mereka mengeluarkan bungkusan kado. Namun mereka justru saling tatap, seolah ragu untuk mengatakannya.

“Mmm… gimana ya pa.. Mama minta maaf nih.. Mama gak sempet beliin kadonya. Kan papa tau sendiri, semenjak mama hamil begini jarang keluar rumah, bawaannya males aja…” sesal istriku

“Iya pa… Nanda juga enggak sempet beli’in nih, sama deh alasannya seperti mama…” kali ini Nanda.

“Iya deh, papa ngerti koq. Nyantai aja.. Berarti kali ini kadonya cuma “Do’a setulus hati” ya, kayak yang di lagu itu..” sindirku, yang kulanjudkan dengan melantunkan sedikit lagu milik band Jamrud itu.

“Ih, papa bisa aja nih… Iya deh ni, mama kasih kado spesial… hi.. hi.. hi..” ujar istriku, yang langsung diikuti dengan menekan salah satu buah dadanya dengan kedua tangan, dan bersamaan dengan itu menyembur cairan putih tepat kearah wajahku.

“Aawww.. Apa apaan ini..” protesku, sambil mengusap-usap wajahku.

“Ayo Nanda, kita serang papa…” kini kedua wanita hamil tua itu malah berdiri dengan payudara mengarah kewajahku, dan sroott… sroottt… Wajahku betul-betul menjadi sasaran tembak air susu yang seharusnya diperuntukan bagi calon bayi-bayinya nanti.

“Terus Nanda, jangan kita kasih ampun dia. Hi.. hi.. hi..”

“Iya ma… Ayo pa buka mulutnya, Aaaakkk..” walau dengan mata terpejam karna semburan ASI, kubuka juga mulutku, yang langsung diterobos masuk oleh cairan gurih namun tidak manis itu.

Setelah puas mengerjaiku, akhirnya mereka berhenti. Tinggal aku yang masih megap-megap dengan wajah basah kuyup. Topi yang baru saja dihadiahi Doni terpaksa harus kulepas karena juga ikut basah.

“Kalian ini, betul-betul ter-la-lu..” ujarku berpura-pura protes, sebenarnya aku suka juga dikerjai seperti tadi, ada sensasinya tersendiri, bahkan membuat birahiku bangkit, itulah mengapa terakhir tadi sempat juga aku emut dengan gemas puting-puting susu mereka, bahkan kuhirup beberapa kali cairan ASI nya.

“Oke deh, sebagai pengganti kado ulang tahun, aku dan Nanda akan puasin papa sampai benar-benar puas.. Dan kamu Doni, untuk sementara ini kamu harus rela cuma jadi penonton ya sayang..” terang istriku.

“Oke deh ma… Doni sih setuju aja..” jawab pemuda itu.

“Oh iya Doni, kamu mama kasih tugas menjadi kameramen aja ya. Coba kamu ambil handycam yang di tripot itu. Ingat, nanti kamu shoot dengan angle-angle yang bagus ya sayang..”

“Oke ma, jangan kawatir..”

*********

“Ayo, kita main diatas rumput aja pa, biar lebih membumi. Abis, tadi papa pake acara emut-emut susu mama sih, mama jadi horny deh.” ajak istriku, sambil menarik pergelangan tanganku.

Dengan satu dorongan pada dadaku, aku langsung terjerembab telentang diatas rerumputan taman.

“Udah siap untuk kita puasin pa?” tanya istriku, dengan posisi berdiri mengangkangi wajahku, sehingga dari sini dapat kulihat jelas belahan liang vaginanya yang lebih merekah disaat hamil muda seperti ini. Sedangkan Nanda hanya berdiri disamping istriku.

“Ya iyalah ma… Papa ingin satu hari ini kalian berdua menjadi budak pemuas seksku. he. he.. he.. itu sebagai hukuman karena kalian tidak memberi kado ulang tahun..” gurauku.

“Wooww.. Baik yang mulia.. Untuk hari ini, istri dan anak kandungmu ini telah rela menjadi budak nafsu yang mulia.. dan kami akan menuruti apapun yang mulia inginkan.. Betul begitukan Nanda, wahai putri kandungku..” canda istriku.

“Ih, mama lebay ah…“risih Nanda.

Untuk beberapa saat istriku meliuk-liukan tubuhnya. Wooww.. sungguh eksentrik sekali tubuh dengan perut hamil itu bergoyang bak penari striptis tepat diatas wajahku. Beberapa kali mengangkang menunjukan padaku belahan vaginanya yang merekah, atau sesekali membelakangiku bergoyang mempertunjukan pantatnya bak “goyang itik” ala penyanyi dangdut.

“Papa mau jilat memek enggak?” tawar istriku, sambil masih meliuk-liukan badannya.

“Mau dong ma… plis deh, papa dah gak tahan nih liatin mama goyang seksi banget..” pintaku, kuikuti dengan menjulurkan lidah, bersiap menyambut belahan vaginanya menghampiri wajahku.

Secara perlahan, atau tepatnya sengaja dibuat perlahan, selangkangannya merunduk mendekati wajahku dengan kedua tangan menyibak bibir vaginanya.

Sial, hanya beberapa senti vagina yang merekah bak bunga mawar yang tengah mekar itu menyetuh lidahku, dengan cepat diangkatnya kembali keatas sambil dirinya tertawa menggoda.

“Hi.. hi.. hi… Gak sabar amat sih, dah nafsu ya…” godanya.

“Pemirsa… papanya anak-anak ini udah nafsu banget kepingin jilatin memek aku. Kasih atau jangan ya? Kasih aja ya, kasian… hi.. hi.. hi..” ocehnya, kepada kamera yang kini dipegang oleh Doni, yang sedari tadi mulai sibuk mondar-mandir mengambil gambar dari segala sudut yang dia inginkan.

“Nih, silahkan dinikmati ya papa sayaang..” ucapnya, sambil berjongkok menyodorkan vaginanya kewajahku, yang langsung kusambut dengan sapuan lidah.

“Uuuuughhhh… nikmat sekali paa…” desah istriku, dengan kedua tangannya masih menyibakan bibir vaginanya, yang kini bukan lagi sekedar kujilat, namun kupagut dan sesekali kusedot dengan gemas.

“Aawww… uughhhh.. nikmatnya.. aaahhh…” gelinjangnya, dengan sesekali pantatnya bergerak keatas, namun itu hanya berlangsung beberapa saat, karena bokongnya itu segera kutahan dengan kedua tanganku, dan kutekan kebawah, sehingga dirinya tak bisa lagi bergerak dengan apapun yang kulakukan.

“Nanda, kamu koq malah bengong begitu sih sayang… uugghhhh..” tegur istriku, yang melihat Nanda hanya duduk diatas rumput.

“Tunggu instruksi…” jawabnya cuek.

“Pa, tunggu dulu sebentar deh…” pinta istriku, yang segera kuhentikan sejenak aksi oralku.

“Papa mau dientotin dari atas atau dioral dulu sama Nanda..?” tanya istriku.

“Wah, pake tanya segala. Biasanya juga langsung tanpa ba bi bu..” ujarku.

“Lain dong pa, kan misi kita sekarang pingin puasin papa, jadi kita tanya dulu dong apa yang papa mau..” Jawab istriku.

“Iya pa, makanya dari tadi Nanda diem aja… Kan ceritanya kita pelayan seks, iya gak ma…” oceh Nanda.

“Ya udah, Kalo gitu biar Nanda langsung WOT aja.” jawabku.

“Ayo Nanda, sekarang kamu entotin kontol papamu dari atas ya sayang…” perintah istriku.

“Oce deh…” jawab Nanda, yang segera memposisikan dirinya berjongkok diatas batang penisku, dengan saling membelakangi istriku.

Digenggamnya sejenak batang penisku, sempat kulihat dia meludahi telapak tangan kirinya lalu dioleskan pada vaginanya. Dan, bless.. amblas sudah batang penisku tertelan dalam vagina hangatnya.

Zlleepp… zlleepp… zlleepp… Bokongnya mulai nergerak naik turun dengan kedua tangan bertumpu pada pahaku, sedang kakinya menapak pada rumput taman, sehingga batang penisku bisa tandas menghujam dinding rahimnya saat bokongnya itu bergerak kebawah. Walau posisiku membelakanginya, namun bisa kubayangkan bagaimana perut buncitnya itu juga ikut bergerak naik turun seirama goyangannya, pasti sangat eksotis.

“Coba mama sekarang berbalik, papa mau nikmatin sun-hole mama…” pintaku, setelah sekitar lima menit aku menikmati vaginanya.

“Nih, silahkan dicicipin gurihnya lubang bo’ol aku pa…” ujar istriku, yang kini telah berbalik arah, sehingga dirinya menghadap pada punggung Nanda.

Setelah tadi aku puas mengoral liang vagina istriku, kini lubang anusnya yang menjadi sasaranku berikutnya.

“Uuugghhhhhh…” desah istriku, saat lidahku mulai menyusuri sekujur liang anusnya itu.

“Owwhh… pemirsa.. Sekarang bo’ol aku lagi dijilatin nih sama papanya anak-anak.. Suami saya emang paling suka sama lobang pantat… uugghhh. Jorok ya pemirsa, masa’ lobang tai dijilatin sih.. Zzzz… Aaghhh.. tapi saya juga suka lho jilatin lobang pantat, tanya aja tuh sama kameramennya.. dia juga paling suka kalo mamanya ini jilatin bo’olnya.

“Iya deh ma…” jawab Doni, sambil membidikan lensa kameranya kearah sang ibu.

Sambil menikmati sentuhan lidahku yang semakin liar mengorek-ngorek liang analnya, kini lidah istriku mulai menjalar menyusuri tengkuk dan leher Nanda. Bahkan sepertinya kini mereka saling berciuman.

“Hey, Doni.. liat nih, mama sama Nanda sama-sama cewek saling ciuman… Kenapa kamu tadi mama suruh ngisep kontol papa aja gak mau sih. Curang deh kamu… mmm.. cloop.. slluurrffpp..” oceh istriku. Disela-sela kesibukanku dan terhalangnya pandangan oleh bokong istriku, hanya itu yang dapat aku dengar, selebihnya hanya suara kecipakan mulut yang tengah berpagutan.

*********

Sekitar tujuh menit Nanda memompa batang penisku dengan posisi WOT, bukanlah aksi yang ringan, apalagi dengan beban perutnya yang sebesar itu, kurasakan tetesan peluhnya membanjiri pahaku, dan gerakannyapun tak lagi semantap pada saat permulaan tadi, bahkan sesekali bokongnya hanya berputar sehingga membuat penisku serasa ngilu dibuatnya.

“Ma, coba stop dulu.. Papa mau kalian berdua telentang diatas rumput..” pintaku.

“Oke papa sayang, apapun yang papa mau, kita pasti lakukan.. Ayo Nanda, kamu berhenti dulu ngentotin papamu.. Lagian kamu udah cape’ tuh kayaknya, biar papamu yang gantian ngentotin kamu, oke..” ujar istriku, Ah, kata-kata istriku yang seperti itu memang selalu membuat syahwatku bertambah naik. Dan sepertinya dia tau itu, sehingga dari mulutnya itu selalu berusaha untuk merangkai “kata-kata indah” yang membuatku terbuai dalam birahi yang semakin membara.

Kini keduanya telah berbaring telentang dengan berdampingan. Kusaksikan sejenak dua tubuh berperut buncit itu dengan kedua kakinya yang mengangkang memperlihatkan belahan vaginanya yang basah dan tampak berkilat dibawah pencahayaan matahari siang ini. Ah, sungguh eksotis.

“Tahan dulu pa.. Pliss.. entotin lubang anus Nanda aja..” Pinta Nanda, disaat batang penisku baru saja masuk separuh diliang vaginanya, dan terpaksalah aku cabut kembali.

“Tuh pa, anakmu sudah minta disodomi… Tau sendirilah Nanda, kalau udah begitu tandanya dia sudah mau klimaks tuh..” oceh istriku, diikuti dengan menjulurkan lidahnya menyapu bibir Nanda, yang segera disambut oleh putriku itu, hingga kini kembali mereka saling berpilin lidah.

Dengan kedua pahanya kuangkat, dan kedua betisnya kusampirkan dipundakku, kini batang penisku telah kutelusupkan kedalam liang anus putriku, dan… pok.. pok.. pok… pok… Langsung kugenjot dengan kekuatan penuh.

Pemandangan ibu dan anak yang tengah saling berpilin lidah membuat nafsuku semakin bertambah. Ludah kental mereka seolah juga ikut menari seiring gerakan kudua lidah itu, sesekali membentuk untaian tipis yang saling berhubungan saat istriku menarik lidahnya keatas, atau membentuk seperti busa sabun saat dengan liarnya lidah mereka saling menggelitik hingga menimbulkan suara berkecipakan yang riuh.

“Aaaaaaggghhhhhhh… Nanda mau keluar paaa… Entotin bo’ol Nanda yang lebih kuat pa…” racau Nanda, sambil kedua tangannya menjambak rerumputan yang menjadi alas tubuhnya.

Plok… plok… plok… plok… tubuhnya yang telah basah kuyup oleh keringat menambah riuhnya tumbukan saat aku semakin kuat menghantam liang analnya.

“Aaaaaaaahhhh… Sedaaaaapppppnya ngentooootttttt… uuuuuuhhhhh…” lenguh putriku, yang menandakan dirinya telah klimaks.

“Sudah pa… Anakmu sudah K. O tuh, sekarang gantian dong papa entotin mama…” pinta istriku, sambil mengusap-usap belahan vaginanya.

Segera kucabut batang penisku dari liang anus Nanda, dan bless… kini liang vagina istriku yang menjadi sasaran berikutnya.

“Aduuuhh.. enaknya bapak ini, abis ngentotin bo’ol anaknya yang lagi bunting, sekarang gantian ngentotin memek istrinya yang juga lagi bunting…” oceh istriku, sementara batang penisku mulai menghujami liang vaginanya.

“Aduh pa… Kamu nggenjotnya gak usah kasar begitu dong sayang, kasian kan calon cucu kamu didalem. Nanti calon bapaknya marah lho..” ujar istriku, seraya melirik Doni yang masih menyuting adegan kami.

“Gak apa-apa ya Don, biar calon anakmu nanti jadi lebih kuat he.. he.. he..” godaku. Walau akhirnya kuperlambat juga goyanganku untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada kandungan istriku ini.

“Biarin don, nanti kamu bales papamu. Kamu entot Nanda lebih kasar lagi ya hi.. hi.. hi..” balas istriku.

“Zzzz… uuuhhhh… Nah, kalo gini kan lebih enak pa, lebih rileks… kita bisa ngentot sambil ngobrol kan..”

Benar juga apa yang dikatakan istriku, ada sensasi tersendiri berhubungan badan sambil mengobrol seperti ini, terutama obrolan yang berbau mesum tentunya.

“Eh pa, mama mau tanya nih..”

“Tanya apa?”

“Mmm… itu lho, waktu tadi mama memancing papa sama Doni supaya beradegan homo, kenapa kalian terkesan enggak suka sih…”

“Ah, mama ini ada-ada saja deh, emang kami gak suka mau diapain…” jawabku.

“Seperti halnya papa suka kalau liat mama sama Nanda beradegan lesbi, mama kan juga suka kalau lihat kalian beradegan homo… Membayangkan bagaimana Doni menghisap kontol papanya, atau papa menghisap kontol anaknya… wooww pasti sesuatu baget deh pa…” oceh istriku.

“Huss.. jijik ah, sudah deh gak usah dibahas…” tepisku.

“Iya deh…” pasrah istriku.

“Eh, pa…”

“Apa lagi?”

“Kita beruntung sekali ya pa, dianugrahi keluarga seperti ini..”

“Seperti apa?”

“Ya, seperti ini… kita sekeluarga bisa saling ngentot satu sama lain..”

“Iya dong… papa juga merasa beruntung sayang…” jawabku, semakin lambat saja gerakan bokongku, dan lebih berkonsentrasi dengan topik yang dibicarakan istriku.

“Mama ingin kita selamanya seperti ini deh pa…” ujar istriku

“Mama gak ingin kebahagiaan ini berakhir…” sambungnya.

“Mana ada didunia ini yang abadi..” jawabku.

“Mmm.. kalau kita semua mati, kira-kira diakhirat kita pasti masuk neraka kali ya pa… dan pastinya gak bisa begini lagi dong, mama takut pa…” Ah, semakin ngawur saja istriku ini.

“Tenang saja sayang… Papa yakin, nanti kita semua pasti masuk surga, dan di surga nanti kita bisa berkumpul lagi dan kita bisa ngentot lagi selamanya…” yakinku.

“Bener pa?”

“Bener dong sayang… percaya deh, disana kita akan membangun keluarga yang lebih indah lagi…”

“Mmmmuahh… semoga ya pa..” ujar istriku, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

“Bukan semoga sayang, tapi memang itu pasti…” kembali kuyakini istriku.

“Aaahhh… Indahnya..” ucap istriku.

“Indahnya apa sayang?” tanyaku.

“Indahnya Incest… hi.. hi.. hi…” jawabnya, yang langsung kulumat bibir seksinya itu.

Beberapa saat kemudian kurasakan puncak kenikmatan mulai menjalar kesekujur sendi-sendi tubuhku, dan…

“Aaaaaaaaaahhhhhhh… aku keluar sayang… Istriku tercinta… aaaaaggghhhh…” lenguhku, mengekspesikan rasa nikmat yang kurasakan.

Tak beberapa lama tubuhku ambruk diatas rerumputan, tepatnya ditengah-tengah tubuh istriku dan Nanda walau sebenarnya aku lebih ingin ambruk diatas perut buncitnya itu, namun segera kuurungkan, aku kawatir berat tubuhku yang menghimpit perutnya bisa berakibat buruk bagi si bayi.

“Sudah puas papa sayang… suamiku tercinta… suami yang ngentotin anaknya sendiri sampai bunting hi.. hi.. hi..” goda istriku, sambil memencet-mencet hidungku.

“Iya istriku tercinta, istriku yang lagi bunting karena dientotin sama anak kandungnya sendiri.. papa puaaas banget…” balasku.

“Ih papa… Padahal mama belum klimaks lho.. Mama kentang nih pa..” rajuk istriku.

“Ya udah, suruh Doni ngentotin kamu tuh…”

“Owwhh.. jadi gak apa-apa nih, sebetulnya tadi kita udah sepakat lho, untuk hari ulang tahun papa ini, Doni cuma jadi penonton… Tapi kalo papa maunya begitu sih, itu lebih baik. Makasih ya pa…”

“Ayo Doni, sini puasin mama sayang… Kameranya kamu taruh dimeja aja nak… tapi tetap posisi on lho..” Ajak istriku, seraya tersenyum menggoda, sambil mengangkangkan kedua kakinya, mempertunjukan kepada putranya itu liang vagina yang telah penuh dengan spermaku, bahkan dari bagian bibir bawah vaginanya tampak mulai menetes membasahi rumput taman dibawahnya.

Baru saja Doni hendak menancapkan batang penisnya kedalam vagina ibunya itu, tiba-tiba istriku menahannya, seraya menarik tangan Doni agar mendekat pada istriku yang berbaring direrumputan.

“Sini mama bisikin sayang…” istriku mulai membisikan sesuatu kepada putraku itu, entah apa yang dikatakannya. Namun setelah itu wajah Doni tampak seperti sedikit murung.

“Mmmm.. enggak mau ah ma.. jijik lagi..” protes Doni, namun ptotesnya itu tidaklah tegas, ada terkesan keragu-raguan dihatinya.

“Emang kamu suruh apa sih ma? Jangan macem-macem deh..” penasaranku.

“Ih, mau tau aja sih papa… pokoknya ada aja..”

“Gimana don… plis dong Doniku sayang… suami kecilku… mau ya…” mohon istriku.

“Mmm.. gimana ya? Ya udah lah kalo begitu…” sepertinya bocah itu menyetujui ajakan istriku. Tapi? Apa sebenarnya yang harus dilakukan Doni, sehingga dia seperti ragu seperti itu.

“Horeeeee… makasih ya sayang… kamu memang anak mama yang paling baik..” girang istriku.

“Wah, kayaknya bakalan seru nih… Jadi penasaran” celetuk Nanda. Yang kini menyandarkan pipi kirinya diatas dadaku, sedang tangan kanannya merangkul tubuhku

“Ayo, cepet dong sayang, mama dah gak sabar nih..” rajuk istriku, saat dilihatnya bocah itu hanya menatap liang vagina istriku yang telah basah dan lengket oleh air maniku. Hmmm.. Jangan-jangan bocah itu akan…

Ah, benar seperti apa yang kuduga, ternyata putra kami itu disuruhnya untuk menjilati spermaku yang kini telah bersarang didalam liang vaginanya.

Dengan agak ragu-ragu akhirnya lidah bocah itu menjilati liang vagina yang telah disibaknya oleh kedua ibu jarinya. Aih.. sungguh keterlaluan istriku ini, rupanya dia menyuruh Doni untuk memakan air maniku itu.

Hmm.. tapi sepertinya dia tidak menelannya, melainkan hanya ditahan didalam mulutnya. Apakah dia tak sanggup menelannya? merasa jijik? Tapi, kini dia justru menghampiri istriku dengan mulut yang terkatup rapat. Dan… Ah, aku baru paham, ternyata dia akan melepehkan isi didalam mulutnya itu kedalam mulut istriku yang telah menyambutnya dengan mulut menganga lebar.

Plehh.. gumpalan cairan kental berpindah dari mulut Doni kedalam mulut istriku, dan glek… dalam satu tegukan, hilang sudah, masuk kedalam lambung istriku, yang dibarengi dengan mata istriku yang terpejam, seolah begitu menikmati cairan kental itu.

“Terima kasih sayangku…” ucap istriku, diikuti dengan melumat mulut bocah itu, mulut yang baru saja membawa cairan spermaku tadi. Seolah dalam mulutnya itu masih terdapat sisa-sisa sperma yang masih

dapat dia cicipi.

“Ayo lagi sayang… dimemek mama masih banyak tersimpan peju papamu lho… habiskan ya sayang… sampai kering..” pintanya, seraya mendorong kebawah kepala Doni agar mendekat keselangkangannya.

Tidak seperti sebelumnya yang terkesan jijik, kini bocah itu lebih rileks, bahkan lidahnya itu berusaha menyeruak hingga kedalam dinding vagina istriku.

Hanya beberapa detik, dia kembali merangkak keatas, menumpahkan “hasil jerih payahnya” kedalam mulut sang bunda. Seperti sebelumnya istriku langsung menelannya, dan juga diikuti dengan melumat mulut Doni dengan ganas.

Tidak seperti sebelumnya, tanpa istriku menyuruh, kali ini Doni langsung merayap turun menuju selangkangan mamanya. Hmm.. untuk kali ini sepertinya bocah ini mulai menikmatinya, itu dapat kupastikan saat dengan lugasnya dia menyeruput isi didalam lubang nikmat mamanya. Srrrryyuuffff… setelah satu sedotan langsung dia kembali merangkak keatas untuk melakukan hal yang sama seperti tadi.

Dan aksi itu berlangsung hingga dua kali lagi setelah itu, setelah dirasakan tak ada lagi yang tersisa, barulah bocah itu menghentikan aksinya.

“Maksaih ya Doni… Kamu mulai suka kan sayang… apa mama bilang..” ujar istriku.

“Eh, pa… liat tuh, si Doni kayaknya mulai suka sama peju papa… Gimana kalau lain kali papa ngecrot langsung dimulut Doni… pasti seru kali ya pa…?” oceh istriku, yang hanya aku jawab dengan senyum.

“Gimana Doni?” tanya istriku pada Doni.

“Iya, betul tuh… Perlu dicoba..” ujar Nanda.

“Uh, enak aja… Tak usah ya..” jawab Doni malu-malu.

“Huuu… pura-pura aja nih anak… Ayo sekarang kamu langsung entotin mamamu… Mama udah horny berat nih sayang…” pinta istriku.

Tanpa menunggu lama-lama, Doni langsung menggenjot vagina mamanya yang berbaring telentang itu dengan posisi misionary. sambil duduk bertumpu pada lututnya, kedua tangannya merangkul paha istriku. Tak sampai lima menit kedua insan itu mencapai puncak kenikmatannya secara bersamaan. Hmmm.. suatu klimaks yang cukup riuh dan dahsyat, semoga saja pekikan istriku itu tak sampai terdengar dari luar tembok pagar yang bertinggi hampir lima meter ini.

“Aaaaaaaaaaggghhhhhhh… Anjjiiiiiiing… mama keluar sayaaaanngg…” sebuah pekikan yang cukup eksentrik, hingga aku tersenyum menyaksikannya. Dan itu dibarengi dengan mengangkat bokongnya tinggi-tinggi, sehingga perut buncitnya itu terlihat lebih mengembang.

Berbeda dengan istriku yang begitu riuh, Doni hanya mendesah pelan, cuma ekspresinya saja yang unik, dengan mata terpejam, sedang gigi atasnya menggigit bibir bawahnya. Mirip preman pasar mabuk miras oplosan yang tengah menikmati musik dangdut. Namun bokongnya bergerak satu dua seiring semburan spermanya yang menaburi rahim ibu kandungnya itu.

*********

Selang beberapa menit setelah itu, kami berempat hanya berbaring malas diatas rerumputan taman. Aku memeluk Nanda yang berada disampingku. Sedangkan Doni berbaring dengan berbantalkan paha mamanya.

Sejurus kemudian istriku bangkit dari posisi berbaringnya. Duduk sejenak dengan ekspresi yang masih terlihat malas. Menguap satu kali sambil mengikat kebelakang rambutnya yang berantakan itu. Setelah dengan lembut menurunkan kepala Doni yang masih menjadikan paha kanannya itu sebagai bantal, dia berdiri, melangkah menghampiri cam recorder yang masih nangkring diatas meja.

“Halo pemirsa… Sampai disini dulu ya, acara incest mania untuk siang hari ini. yang kali ini bertema… Mmmm.. “Ulang tahun papa”. Semoga tayangan ini dapat menghibur dan juga memberikan inspirasi bagi keluarga anda tercinta untuk berincest ria juga seperti kami, karena itu nikmat banget lho pemirsa..

Oh, iya pemirsa.. Mohon do’anya ya, semoga calon anak saya, dan juga calon anak putri saya, yang tengah kami kandung ini, dapat terlahir dengan selamat dan sehat.. Biar kalo udah gede nanti kan bisa bergabung juga dalam acara kesayangan kita ini, biar tambah seru gitu lho, iyakan? Oke deh, segitu dulu ya.. Dan seperti biasa, kami segenap kru tidak lupa mengucapkan, salam incest selalu… Incest maniaaa… mantaaappp…” oceh, istriku diikuti dengan menekan tombol power pada alat perekam itu. Lalu kembali dirinya bergabung bersama kami, berbaring diatas rerumputan yang dinaungi pohon talok yang rindang, dan dimanjakan oleh semilir angin yang menerpa tubuh kami, hingga akhirnya kami memejamkan mata dengan wajah-wajah yang damai.

Fuuhhh… Urusan pekerjaan yang cukup sibuk, hingga hampir pukul sepuluh malam aku baru tiba dirumah. Biasanya tak sampai jam lima sore sudah berleha-leha dirumah sambil memanjakan putriku yang tengah hamil, yang sepulangku malam ini bahkan belum kulihat batang hidungnya, begitu pula Doni. Hmm.. mungkin mereka telah tidur, seraya kumenoleh kearah jam dinding yang telah menunjukan pukul setengah sebelas.

Walau dengan agak malas, kusantap juga barang sesendok dua, hidangan yang tersaji diatas meja makan. Sebenarnya aku sudah makan malam saat rapat dikantor tadi, tapi tak sampai hati juga jika aku harus mengesampingkan jerih payah istriku ini yang tentunya sudah dengan susah payah menyiapkan itu semua.

“Pada kemana yang lainnya ma? Apa sudah pada tidur?” tanyaku, sambil mengunyah malas makanan yang tak terlalu kunikmati.

“Anak-anak sepertinya sudah tidur, kalau Si Tini barusan sih masih melek. Tadi mau membantu menyiapkan makananmu, tapi aku larang, aku kawatir kandungannya akan bermasalah lagi. Yah, paling tidak bulan depan lah dia baru bisa kembali beraktifitas. Setidaknya itu yang disarankan dokter..” terang istriku.

“Eh iya ma, ngomong-ngomong kandungan Nanda sudah memasuki bulan yang kesembilan ya?” ujarku, seraya kuteguk segelas air putih, setelah kuselesaikan makan malam yang hanya kusantap sedikit.

“Iya, dan kalau normalnya sih, kemungkinan ya minggu-minggu ini dia sudah melahirkan” terang istriku, sambil melirik lesu kearah sisa makanan dipiringku.

“Maaf ya ma, bukannya papa gak doyan.. Tadi sebelum pulang, kami makan malam bersama dikantor, sehingga perutku rasanya masih kenyang. Mmmm.. mama gak perlu rapikan dulu makanannya, besok pagi masih bisa aku makan untuk sarapan, oke?” jelasku, yang dijawabnya dengan senyuman sambil mengangguk pelan.

“Gak apa-apa pa, mama ngerti koq. Keliatannya papa udah capek banget tuh. Yuk, kita langsung tidur aja..” ajak istriku.

************

Saat kami melangkah hendak menuju kamar tidur utama, kudengar suara yang tak asing lagi ditelingaku. Tepatnya suara itu berasal dari dalam kamar Doni. Tapi, kenapa itu seperti suara Nanda? Ya, suara Nanda sedang mendesah, berpadu dengan suara tepukan tubuh yang sedang bertumbukan. Untuk sesaat aku dan istriku saling bertatapan.

Benar seperti apa yang aku duga. Dari sisi hordeng jendela yang tersingkap kulihat Doni tengah menggenjot Nanda dengan posisi doggy style. Ya, Nanda yang tengah hamil besar menungging dibibir ranjang, ekspresinya begitu menikmati sodokan penis doni yang menghujami liang analnya. Tangan kanan Doni menjambak bagian belakang rambut putriku layaknya kekang kuda, yang membuat wajah Nanda menjadi agak mendongak keatas.

“Wah.. Ternyata istri dan suami kita lagi asik selingkuh ma..” ujarku sambil tersenyum.

“Hi.. hi.. hi.. Dasar. Biarin aja deh pa, mungkin Nanda dah gatel kali kelamaan nungguin papanya pulang. Trus kebetulan juga, tadi sekitar jam delapan aku sudah ketiduran didepan tv..” terang istriku.

“Tapi kayaknya seru juga tuh mereka, kita nimbrung sebentar yuk pa, trus nanti kita langsung tidur..” usul istriku, yang segera kusetujui.

Pintu kamar yang memang tak terkunci langsung dibuka oleh istriku, diikuti kami berdua yang langsung menghambur kedalam.

“Eh.. eh.. eh… Bagus ya, rupanya lagi pada enak-enakan disini… Kamu tuh Doni, gak boleh ngeliat mama meleng sedikit ya, langsung deh main toblos aja istri papa kamu. Udah gak setia sama mama ya, istrimu ini..” goda istriku, sambil berdiri tolak pinggang dibelakang Doni.

“Ah, abisnya mama dari sore udah molor duluan sih, kebetulan tadi kak Nanda ngajakin, ya udah…” jawab Doni, sambil terus menggenjot liang anal kakaknya itu.

“Iya, lagian papa juga lama amat sih pulangnya… Nanda kan udah gatel, kebetulan Doni lagi nganggur, langsung Nanda tarik aja kekamarnya..” jawab Nanda, sambil menungging diatas ranjang menikmati sodokan penis adiknya.

“Papa ada rapat sayaaang..” terangku.

“Rapat apa rapet…” ketusnya.

“Huusss… Gak boleh ngomong gitu dong Nanda, kasian tuh papa capek, cari duit sampai malem… Kan masih ada Doni. Ya udah, kamu puas-puasin deh ngentot sama Doni, biar mama sama papa liatin aja disini..” terang istriku.

“Iya Nanda, lagian papa juga udah capek banget…” sambungku, seraya menghempaskan tubuhku diatas sofa mini diruangan itu.

“Tuh, apa mama bilang… Ayo Doni, kamu puasin kakakmu.. Hajar terus lubang bo’olnya, itu memang yang paling dia suka… hiaa… hiaa..” ujar istriku, diikuti dengan menampar-nampar pelan bokong putra kami itu.

“Nih, biar kamu lebih semangat, mama beri suport dari belakang.” ujar istriku. Yang dimaksudnya suport dari belakang itu ternyata adalah dengan memberikan jilatan pada liang anus Doni, yang dilakukannya sambil berjongkok dilantai, dengan kedua tangan menyibak liang anus pemuda tanggung itu.

Aku hanya tersenyum menyaksikan bagaimana dia terlihat kerepotan karena gerakan bokong Doni yang semakin cepat, sehingga beberapa kali wajahnya harus terbentur-bentur bokong Doni.

Selang beberapa menit. Entah karena merasa kesulitan atau memang bosan, istriku menghentikan aksinya itu, seraya bangkit berdiri, lalu naik keatas ranjang. Sejurus kemudian dia telah duduk dihadapan Nanda dengan menggunakan bantal sebagai alas bokongnya. Bagian bawah dasternya diangkat hingga mencapai pinggang, hingga terpampanglah celana dalamnya yang berhadapan langsung dengan wajah Nanda.

“Kamu jilatin memek mama sayang…” pinta istriku, yang hanya menyingkap kesamping pinggiran celana dalamnya dengan tangan kanan. Sehingga terpampanglah keratan daging merah yang merekah.

Tanpa diminta dua kali, putriku itu langsung menjulurkan lidahnya pada belahan vagina mamanya itu.

“Hayo.. Mamaaa… Katanya cuma mau liat aja, koq malah ikut gabung sih.” sindirku.

“Enggak koq pa, mama bukannya mau ikut gabung.. Yang mama lakukan ini cuma sekedar memberi suport aja koq. Sebagai bentuk dukungan orang tua kepada anak-anaknya gitu lho.. Uuuugghhhh… terus sayang.. Mmm.. Itilnya dong.. Yeeesss…” jawab istriku. Diikuti dengan tangan kirinya yang menjambak rambut Nanda.

“Ah, bisa aja kamu.. Emangnya mendukung anak-anaknya dalam kegiatan apa?” pancingku.

“Ya mendukung kedua anak kandung kita yang sedang saling ngentot ini..” terangnya. Sambil mempermainkan lidahnya yang digerakan memutari bibirnya, lalu menjulurkan lidah itu dengan gerakan menggelitik seolah sedang menjilat sesuatu. Sepertinya dia memang sengaja memberikan pemandangan yang hot bagi putranya itu.

“Liat tuh Don. Kak Nanda aja gak jijik koq jilatin memek mama, padahal kita sejenis kan. Malah keliatannya dia suka banget… Liat tuh, itil mama aja diemut-emut begitu… Aaauuuh… terus Nanda sayang.. Uuuuhhhh… nikmatnya, makin pinter aja kamu… mmmmmhhh..” Ekspresinya yang mengerang sambil matanya setengah terpejam sungguh membuat istriku itu terlihat seksi sekali, ditambah dengan lidahnya yang menari liar.

“Mmmmmmhhhhh… Mama jadi bayangin kalau kamu saling isep-isepan kontol sama papamu… Pasti hot kali ya… uuuhhhhhh…“ocehnya.

“Mamaaaa… mulai deh. Jangan dengerin don.. Jangan mau terprovokasi..” celetukku.

“Ih, enak aja.. Emangnya mama provokator apa?” omel istriku, sambil melempar guling kearahku, yang langsung kutangkap.

“Mama bilang kan cuma membayangkan. Emangnya salah membayangkan kalian saling… mmm.. isep-isepan kontol… Salah gitu?” sewotnya, walau tak serius.

“Ah, terserah mama deh” ujarku, seraya kuberbaring diatas sofa mini dengan berbantalkan guling yang barusan dilempar istriku.

Selang beberapa saat setelah itu.

“Aaaaaagghhhhhh… Gue keluar don… uuuuuhhhhh…” pekik Nanda.

Beberapa detik kemudian tubuh wanita muda itu ambruk, namun masih tetap dalam posisi menungging, mungkin dikarenakan perutnya yang buncit sehingga dirinya kawatir untuk berbaring dengan posisi tengkurap. Sehingga hanya kepala dan tangannya saja yang direbahkan diatas ranjang, mengabaikan vagina istriku yang masih mengangkang didepannya.

“Don, tahan sebentar dong… kamu lepas dulu. Aku mau telentang dulu. Tar kamu boleh entotin aku lagi deh..” pinta Nanda, yang segera dituruti oleh adiknya itu. Pluupp.. tercabutlah sumbatan batang penis Doni dari liang anal kakaknya. Kesempatan itu digunakan istriku untuk mengulum batang penis yang pastinya telah beraroma “semerbak mewangi” karena baru saja keluar dari lubang pelepasan putri kami.

“Ayo, kamu hajar lagi tuh kak Nanda… cmon. baby.. Hiaa..” perintah istriku, setelah beberapa saat mengulum penis Doni, diikuti dengan menampar bokongnya.

Bless.. kali ini liang vagina Nanda yang dihajarnya, dan langsung digenjot maju mundur.

“Jangan kuat-kuat genjotnya don, ingat kakakmu sudah hampir melahirkan tuh..” ingatku, pada Doni.

“Iya pa, Doni paham..” ujarnya.

Dengan posisi telentang seperti itu, kusaksikan perut buncitnya juga ikut bergoyang-goyang seirama hantaman bokong Doni. Dan vaginanya yang merekah itu seperti menyedot batang penis Doni saat batang jakarnya bergerak masuk, dan seperti ikut tertarik saat jakarnya bergerak kebelakang. Hmm.. sangat erotis, ditambah lagi batang penis Doni yang tampak berkilat licin oleh cairan vagina kakaknya itu.

“Aaaaaaggghhhhhh… Doni keluar kaaaakkkk… sedaaaaaaapppppp…” lenguh bocah itu, diikuti dengan gerak bokongnya yang tersendat sendat, dan akhirnya diam.

“Aduuhhh… aaahhh… aduuhh… muleeessss… aduuuhhh..” Kali ini yang merintih adalah Nanda, tapi itu bukan rintihan nikmat, melainkan rintihan kesakitan. Ekspesi wajahnya sungguh-sungguh tengah mununjukan rasa kesakitan, sedang kedua tangannya memegangi perutnya.

“Doni, kamu apakan kakakmu… Papa udah bilang, jangan keras-keras…” panikku, seraya bangkit dari posisi berbaringku.

“Enggak koq, Doni enggak keras-keras pa…” belanya, seraya mencabut batang penisnya itu. Masih sempat kulihat tetesan sperma disela-sela bibir vaginanya.

“Tenang pa… tenang… Tak perlu ada yang disalahkan.. Itu kontraksi, pertanda kalau Nanda sudah waktunya mau melahirkan… cepat papa siapkan mobil, kita langsung ke rumah sakit malam ini juga… Kamu Doni, siapkan pakaian kakak kamu seperlunya, masukan kedalam tas, cepat. Biar mama yang menuntun Nanda turun…

************

Bayi laki-laki yang sehat dan tampan telah lahir secara normal dari rahim putriku dengan bobot 3,9kg. Walau baru saja berjuang sekitar dua jam hingga sang bayi berhasil keluar melihat dunia ini dengan selamat, namun senyuman putriku tak pernah sirna dari wajahnya selama sang jabang bayi diletakan disampingnya.

“Bapak Trisno.. Silahkan kedepan untuk menemui dokter Indra..” pinta seorang perawat. Segera kuikuti perawat itu, meninggalkan Nanda, Doni dan istriku yang tak henti-hentinya menimang-nimang cucu pertamanya itu.

“Silahkan duduk pak..” pinta seorang pria setengah baya berkepala plontos pada bagian tengahnya, mengenakan pakaian putih khas seorang dokter.

“Bapak yang in charge atas pasien dengan nama Ananda SekarNingrum?” tanyanya.

“Betul, saya sendiri. Saya ayahnya”

“Proses kelahiran anak bapak berjalan baik, tak ada masalah yang berarti selama proses tadi, baik kondisi bayi maupun ibu semuanya sehat, sehingga besok sore kemungkinan putri dan cucu bapak sudah bisa pulang..” terangnya.

“Sukurlah kalau begitu dok..”

“Mmm.. Anak bapak ini baru berusia 17 tahun ya, masih sangat muda sekali” sebuah pertanyaan yang sudah kuduga bakal terlontar.

“Ya, begitulah dok. Dia memang menikah muda.. Apa karena usianya itu, ada yang menyulitkan pada proses persalinan tadi?”

“Oh, tidak sama sekali, seperti yang tadi saya katakan semua berjalan lancar, kondisi putri bapak sudah cukup mumpuni untuk menjalani proses persalinan.”

“Lalu?” tanyaku, dengan nada yang sedikit ketus. Sejujurnya aku agak kurang nyaman dengan pertanyaannya tentang usia anakku itu. Apalagi setelah dia jelaskan bahwa putriku dapat menjalani proses persalinan dengan lancar. Mengapa pula dia masih menyinggung soal usia muda putriku.

“Ah, tidak, tidak mengapa..” jawabnya, sepertinya dia agak salah tingkah dengan pertanyaanku tadi. Ah, seharusnya aku tak perlu menunjukan sikap yang kurang bersahabat seperti tadi.

“Oh ya, suaminya dimana ya pak. Sebenarnya ada yang harus saya bicarakan kepada suaminya secara langsung. Ya, semacam penyuluhan kepada pasangan yang baru memiliki anak, semacam penerangan tentang bagaimana memperlakukan bayi, tentang hubungan suami istri dan beberapa hal lainnya. Semacam prosedur standar pasca melahirkan..

“Sayang sekali dok, suaminya sedang berdinas diluar kota selama satu minggu kedepan. Mmm.. Dokter bisa menerangkannya itu kepada saya, kemudian nanti saya akan sampaikan kepadanya” terangku..

“Yah, baiklah kalau memang begitu..” seraya dia menulis pada selembar kertas entah apa itu.

“Tadi saat proses persalinan ada saya temukan sperma yang masih segar pada rahimnya..” terangnya, sambil dirinya masih tetap menulis. Namun kulihat dia melirik sejenak kearahku untuk melihat reaksiku atas pertanyaannya itu. Ah, apa perlunya dia menanyakan hal seperti itu, sungguh dokter usil. Aku rasa tak ada korelasinya pertanyaan itu dengan proses persalinan.

“Oww begitu.. Ah, dasar pasangan muda. Malam tadi, hanya sekitar satu jam sebelum putriku itu menunjukan tanda-tanda melahirkan, manantu saya itu baru saja berangkat kebandara.. Yah, mungkin sebelum itu… Dokter tau sendirilah. Pasangan muda yang akan berpisah selama satu minggu..” karangku. Fuuhh..

Tak lama setelah itu, sang dokter memberi sedikit penyuluhan padaku. Lalu memberikan beberapa buku kecil semacam panduan bagi orang tua yang memiliki bayi, tentang bagaimana memperlakukan bayi, dan lain sebagainya.

“Buku-buku ini bisa bapak berikan pada putri dan menantu bapak.. Selebihnya, biar saya yang akan terangkan sendiri kepada putri bapak nanti. Dan ini, resep beberapa vitamin yang bisa bapak tebus di Apotik depan..” terangnya.

************

Malam itu rumah kami bertambah seorang lagi penghuninya, setelah sore tadi kami kembali dari rumah sakit bersalin, menjemput Nanda bersama dengan bayi mungil yang adalah darah dagingku.

“Iihh… si dedeknya koq gak ada kenyang-kenyangnya sih ma.. semenjak di rumah-sakit tadi netek terus gak ada berentinya.. betek deh kalo begini sih..” keluh putriku, sambil berbaring diranjang kamarnya menyusui sang buah hati kami.

“Bayi laki-laki memang begitu sayang.. kamu harus sabar ya..” nasehat istriku, yang dengan telatennya mendampingi dan memberikan arahan-arahan dalam merawat bayi.

“Merawat bayi itu enggak gampang sayang. Disitulah akan diuji kesabaranmu sebagai seorang ibu. Tak lama lagi mama juga akan melahirkan dan tentunya juga akan memiliki kesibukan sendiri, sehingga kamu harus belajar mandiri.”

“Iya kak, merawat bayi itu tak semudah membuatnya..” celetuk Doni, yang saat itu juga duduk dibibir ranjang tepat disamping istriku.

“Ah, kamu tuh tau apa sih… Kamu tuh yang taunya cuma bikin anak doang..” Sewot Nanda.

“Ya sudah, kalau dikasih tau…” acuh Doni, sambil merabahkan kepalanya dipaha istriku, seraya mengecup perut buncit ibunya yang adalah bakal anaknya kelak.

“Eh, ma.. Nanti biar suruh si Doni aja yang merawat anaknya, biar dia tau bagaimana rasanya ngurusin bayi..” Ujar Nanda.

“Yeee.. Gak bisa gitu lah, itu kan bukan tugas laki-laki” jawab Doni.

“Emangnya tugas laki-laki apa?” tanya Nanda.

“Mencari nafkah.. cari duit..”

“Emangnya kamu bisa cari duit..?” cibir Nanda.

“Ya nantilah, kalau sudah dewasa, sudah selesai kuliah, sekarang aja masih SMP”

“Masih SMP tapi udah punya anak.. Makanya karna kamu belum bisa cari duit, jadi tugas kamu yang urus bayi. Jangan disamakan dengan papa, kalo papa kan udah bisa cari duit. Iya enggak pa?” goda Nanda.

“Aduuuhh… Sudah.. sudah deh, kenapa jadi pada ribut begitu sih…” lerai istriku, sambil dengan cekatannya mengganti popok sang cucu yang baru saja diompoli.

************

Hanya berselang dua minggu setelah itu, kini giliran istriku yang melahirkan bayi perempuan yang cantik dan lucu. Sehingga kini Nanda terpaksa harus belajar mandiri untuk mengurus bayinya, karena istriku juga memiliki kesibukan yang sama. Aku pernah menyarankan untuk mempekerjakan saja seorang babysitter, tapi mereka menolaknya, alasannya kehadiran babysitter akan mengurangi keprivasian dikeluarga ini.

Dan semenjak itu pula praktis kegiatan memanjakan syahwat yang biasa kami lakukan menjadi tak sesering biasanya, bahkan bisa dibilang jarang, itupun hanya sebatas oral seks. Namun aku maklum itu, dan dapat memahaminya, serta tak ada sama sekali keinginan untuk mencari kepuasan diluar sana.

Tini? Hmm.. perempuan itu telah memasuki tiga bulan lebih usia kandungannya, dan mulai terlihat sehat. Itu dapat dipastikan pada setiap pengontrolan di dokter kandungan, perkembangan janinnya menunjukan grafik yang positif. Namun untuk menumpahkan hasrat birahiku kepadanya aku masih belum berani. Yah, paling tidak sekitar dua minggu lagi lah.

Seperti pada sore ini, tepatnya lima hari setelah istriku melahirkan. Doni yang sekitar satu minggu tak mendapatkan “jatah” dari sang bunda, kini tengah asik menetek pada puting susu sebelah kanan istriku. Rupanya dia tak mau kalah dengan anak pertamanya yang juga tengah menyusu diputing sebelah kiri.

“Iihh… dasar kamu ini, gak bisa ngalah sedikit ajaaa… Masa’ jatah anaknya diambil juga..” ujar istriku, yang saat itu tengah berbaring dikamar utama. Dan biasanya pada sore hari seperti ini, Nanda juga membawa serta bayinya kesana untuk sekedar menanyakan satu dan lain hal kepada istriku dalam mengurus bayi.

“Mmmm… nyemm.. nyemm.. srruufff. mmmuuahhh… Udah seminggu nih ma, Doni gak ngerasain ini..” ujar Doni, sambil tangannya mengelus-elus selangkangan ibunya itu.

“Memek mama masih belum bisa dimasukin sayaaaang… paling tidak satu bulan lagi deh..” terang istriku, yang memang sesuai standar kesehatan, selama sekitar satu bulan setelah proses persalinan barulah diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami istri.

“Iya, tapi Doni lagi sange’ banget nih ma..” rengek Doni. Ah, dasar anak ini, benar-benar tidak pengertian.

“Ya udah, sini mama isepin..” tawar istriku, sambil tangannya merogoh kedalam celana boxer Doni.

“Nah gitu dong ma, gak apa deh, gak bisa ngentot memek, ngentot mulutpun jadi.. he.. he.. he..” girang Doni, seraya melepas celana pendeknya lalu dicampakkan begitu saja kelantai.

“Kamu netek aja aja ya anak manis, sambil mama puasin papa kamu. Abis papa kamu ini nafsunya gede banget sih. Nanti kalo udah gede, kamu juga bisa puasin papa kamu ini. Nanti kita keroyok dia berdua, kita bikin sampai dia gempor hi.. hi.. hi..” oceh istriku, kepada bayi yang tentunya masih belum mengerti apa yang diucapkan ibunya itu.

Sambil tetap menyusui sang bayi, istriku mulai mengulum batang penis Doni yang berlutut diatas ranjang sambil kedua tangannya meremasi kepala ibunya, sedang kedua matanya tampak separuh terpejam dengan mulut yang menganga.

“Aaaaaahhhhhhh… sedaaaaapp… uuuufffhhhhhh… udah seminggu nih. Rekor terlama enggak ngerasain ngentotin mama… zzzzzzzzz… uuuuhhhhh…” racaunya.

“Jangan berisik lagiii… Keponakanmu udah mulai tertidur nih..” protes Nanda, yang berbaring miring disamping istriku sambil mengeloni putra kami yang mulai terlelap itu.

Melihat aksi yang dilakukan istriku dan Doni, mau tidak mau aku yang duduk disofa sudut ruangan itu juga mulai gelisah. Kulihat Nanda menatap kearahku, sepertinya anak itu mengerti apa yang sedang kurasakan.

“Papa juga mau Nanda puasin..?” tawarnya, dengan setengah berbisik kawatir membangunkan anaknya. Ah, anak baik. Dia memang mengerti apa yang tengah aku rasakan.

Aku berpikir dia juga akan memberikan servis blowjob seperti halnya yang dilakukan istriku, namun dugaanku meleset saat kulihat dia melepas celana dalamnya lalu menarik dasternya hingga sebatas pinggang. Dengan masih berbaring miring, bokongnya ditunggingkan kearah bibir ranjang, sehingga dirinya seperti orang yang tengah meringkuk kedinginan.

“Gak usah sayang, kan masih satu minggu lagi..” ujarku, mengingat bahwa setelah proses melahirkan kemarin dulu, vaginanya itu harus dijahit, yang tentunya perlu waktu dalam proses penyembuhannya. Walau liang anusnya yang aku toblos, namun seberapa jauhlah jaraknya dengan dinding vagina, yang tentunya akan tetap bersinggungan saat terjadi proses penetrasi, aku kawatir luka jahitannya yang belum begitu pulih benar akan terganggu.

“Gak apa-apa koq pa, kayaknya bekas jaitannya udah mulai sembuh, jadi kalo yang dimasukin cuma lubang anusnya sih gak apa-apa kali..” terang putriku.

Nafsu birahiku yang memang tengah memuncak, ditambah pula sudah sekitar tiga minggu batang jakarku ini tak lagi merasakan penetrasi, kecuali hanya servis oral yang diberikan Nanda, itupun bisa dibilang jarang, dikarenakan waktunya itu lebih banyak dihabiskan untuk mengurus sang bayi. Tentu saja tawaran anal seks yang didepan mata itu tak akan aku sia-siakan, terlebih Nanda telah merasa yakin bahwa yang akan dilakukannya itu tidak akan berakibat buruk pada bekas luka jahitannya.

“Kalau menurut kamu memang seperti itu sih, papa tentu sangat bersukur sekali sayang..” girangku, diikuti dengan menarik lepas celana training sekaligus celana dalam yang membalut bagian bawah tubuhku.

Setelah terlebih dulu kukecup lembut bibirnya sebagai tanda terima kasih, kuarahkan ujung penisku yang telah menegang dimuka liang anusnya. Kuludahi pada topi bajanya untuk sekedar memberi pelumasan.

Bleesss… Diikuti dengan desahan lembutnya, pinggulku mulai bergerak maju mundur dengan posisi berdiri.

Tidak seperti biasanya dimana aku bisa membombardir liang anusnya itu dengan sekuat tenagaku, kali ini hanya aku goyang dengan kecepatan rendah dan lembut, namun itu tidaklah mengurangi sensasi nikmat yang aku rasakan, terutama dengan posisi miring seperti ini.

“Mmmmmhhhhh… iyaaaahhhh… enak pa.. uugghhhhh…” erangnya pelan, dengan mata separuh terpejam, sedang tangan kanannya masih mengusap-usap lembut kening bayinya yang tengah tertidur.

“Aaagghhhhhh… Udah tiga minggu enggak papa entotin, makin tambah legit aja bo’ol kamu sayang… uugghhh..” ocehku, dengan kedua tangan meremasi bokong sebelah kirinya.

“Iya pa, Nanda juga sebenarnya udah kangen ditoblos kontol papa… uuugghhhh… zzz.. Aaaahhh..” gumamnya, namun bersamaan dengan itu, sang bayi tampak bergerak-gerak hendak terbangun.

“Ssssstttttt… sssstttttt… bobo’ ya sayaaaang… Biarkan dulu mamamu dientot sama papamu… kali iniii sajaa.. plis deh.. ssssssshhhh… ssssshhhh.. ssssshhhh…” ajaib, sepertinya bayi itu mengerti apa yang diinginkan orang tuanya ini dan kini dia kembali terlelap.

“Sssshhhh… anak pinter… anak baik… anak ganteng… Anak kita emang pengertian ya pa, tau aja kalau kita ini lagi asik.. mmmmhhhhhh… goyangnya agak kuat sedikit kayaknya gak apa-apa deh pa…”

“Beneran nih?” tanyaku sekedar untuk meyakinkan.

“Iya pa, gak apa apa koq…”

“Emangnya udah gak sakit..”

“So far sih gak sakit…”

“Ya udah, kalo gitu papa goyang agak kuat ya?”

“He-em”

Bersamaan dengan itu pinggulku mulai bergerak lebih cepat, sehingga menimbulkan bunyi pok.. pok.. pok.. clapp.. claapp.. claapp..

“Nah, ini lebih enak pa… uuugghhhhhh… terus paaaa… Mmmhhhhh… Lama gak ngerasain kontol papa, kayaknya makin sedep aja nih pa… mmmmmhhhhh…”

Sementara itu istriku masih sibuk mengoral batang penis Doni sambil menyusui bayinya. Namun kali ini pandangan Doni lebih banyak tertuju pada bokong Nanda yang tengah kugenjot. Hmm.. sepertinya anak itu juga kepingin merasakan seperti yang seperti aku rasakan, sayangnya istriku baru satu minggu setelah proses melahirkan, sehingga tak mungkin istriku nekat untuk melakukan penetrasi.

Tak sampai lima menit aku menyetubuhi Nanda, kurasakan penisku mulai berdenyut, yang menandakan puncak kenikmatan telah hampir kucapai.

Hingga akhirnya…” Aaaaggghhhh… papa keluar sayaaaang… uuugghhhhhh…” erangku, fuhh.. nikmat sekali rasanya, sepertinya sperma yang kutumpahkan didalam liang anusnya begitu banyak, karena memang sudah cukup lama cairan kental itu hanya mengendap didalam tubuhku.

Belum lagi aku mencabut batang penisku dari dalam lubang pelepasannya, secepat kilat Doni melompat dari atas ranjang, yang langsung berdiri disampingku.

“Gantian pa… Ayo cepetan cabut…” pinta Doni, sambil tangan kanannya memegangi batang penisnya yang tegang mengkilat oleh cairan ludah istriku.

Aku yang masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang belum tuntas tentu saja sedikit terganggu, namun tetap saja kucabut batang penisku yang masih menancap didalam liang anus Nanda. Pluupp… bersamaan dengan itu mengalir keluar tetesan sepermaku dari sela-sela lubang pelepasannya. Namun itu tak berlangsung lama, karena dengan cepat batang penis Doni telah menyumbatnya.

“Awas lho don, jangan kasar..” peringatku pada Doni, seraya kuhempaskan tubuhku diatas sofa.

“Bereslah, Doni dah tau..” jawabnya, sambil pinggulnya mulai bergerak maju mundur.

Hanya beberapa menit Doni menggenjot anal Nanda, keduanya mencapai orgasme hampir secara bersamaan.

“Aaaaagghhhhhhhh… Aku nyampe don… Aaaaagghhhhhhh… “pekik Nanda, disertai dengan tangannya yang meremas sprei. Sungguh sial, pekikannya yang terlalu nyaring membuat si bayi yang sebelumnya tertidur menjadi terkaget, dan diikuti oleh tangisnya yang menambah riuh diruangan itu. Namun untuk beberapa saat Nanda tak menghiraukannya, sepertinya rasa nikmat yang tengah dirasakan tak reka jika harus terputus karena tangisan sang buah hati.

“Ngentooooootttttttt… Gua juga keluar niiihhh… Aaaaahhhgggg… enak bangeeeettt…” lenguh Doni, sambil meremas kasar bokong Nanda, disertai dengan pinggulnya yang menghentak-hentak kasar. Tentu saja aksinya itu membuatku kawatir.

“Doniiiii… Papa bilang apa tadi.. Jangan kasar, kakakmu belum pulih benar..” tegurku.

“Iiii… iiya… paa… uuugghhhh… kelepasan… Aaaahhhhh… Gak sengaja… ffuhhh…” ujarnya, dengan nafas tersengal-sengal.

Beberapa saat kemudian Doni telah tergolek duduk disampingku dengan nafas ngos-ngosan.

“Fuuuhhhh… Mantap pa..” komentarnya, seraya mengacungkan telapak tangannya diatas kepalaku. Ah, dasar anak muda, rupanya dia mengajakku beradu telapak tangan, yang langsung aku turuti.

Kini giliran Nanda yang harus menghibur bayinya yang masih menangis, sedang dari liang analnya mengalir cairan kental yang dapat kuyakini jumlahnya cukup banyak, karena baik aku maupun Doni sudah cukup lama tak menumpahkan sperma, dan kini tertampung didalam satu “wadah” yang baru saja membuat aku dan Doni merasa puas.

Cerita Dewasa

Halo, Saya adalah penulis artikel dengan judul Keluarga Pak Trisno 10 [Tamat] yang dipublish pada November 4, 2022 di website CeritaSex

Artikel Terkait

Leave a Comment