Kisah Sex Pasangan Deran Dan Ningsih Cerita Sex Terbaru
Kisah Sex Pasangan Deran Dan Ningsih – Pasangan Ningsih dan Tono serta para tetangganya itu tinggal di deretan petak-petak rumah kontrakan di bilangan kota Bekasi. Ada sekitar 3 atau 4 rumah petak lain yang sejenis juga tersebar di sekitar rumah yang ditempati Ningsih dan Tono itu.Antara petak satu dengan lainnya hanya dibatasi oleh dinding tipis yang terbuat dari tripleks. Dinding itu telah banyak mengelupas di sana-sini. Pada beberapa bagiannya bahkan juga ada lubang-lubang sehingga bukannya tidak mungkin tetangga yang satu mengintip tetangga lainnya.Adapun tetangga samping kirinya, Mas Deran dan istrinya Murni, adalah juga orang-orang yang sibuk. Mas Deran bekerja sebagai Satpam di kompleks pergudangan Bekasi. Dia bekerja bergilir, seminggu tugas malam, dari pukul 6 malam hingga pulangnya pukul 6 pagi, kemudian seminggu berikutnya tugas siang dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pukul 6 malam. Istrinya, Murni bekerja sebagai perawat di rumah sakit bersalin di bilangan kecamatan tidak jauh dari rumahnya.Jadi pada waktu-waktu tertentu di siang hari rumah Mas Deran dan Murni kosong selama satu minggu karena Mas Deran kebetulan kena giliran jaga di siang hari. Dan pada minggu lainnya sesekali Ningsih melihat Mas Deran yang sedang santai di rumahnya karena kebagian gilir jaga di malam harinya.Begitulah kehidupan per-tetangga-an mereka selama berbulan-bulan hingga.. Terjadilah peristiwa dan cerita ini..Peristiwa dan cerita yang penuh nafsu syahwat birahi, yang akan merubah suasana dan situasi kehidupan mereka yang tinggal di deretan rumah kontrakan sederhana itu. O, ya.. Aku lupa. Perlu aku jelaskan bahwa untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus pada mereka tersedia tempat dan fasilitasnya untuk digunakan bersama. Secara bergantian tentunya. Dan di situlah terjadi saling ketemu, saling tegur dan saling pandang antar tetangga satu sama lainnya.Dan dari sini pulalah awal dari segala peristiwa dan cerita ini..Ningsih adalah perempuan yang suka sibuk. Dia tidak mau diam. Selalu ada yang dia kerjakan. Disamping setiap hari dia membersihkan dan merapikan rumahnya yang kecil itu Ningsih juga senang memasak dan mencuci pakaiannya atau pakaian suaminya. Hampir banyak waktunya dia habiskan di dapur dan tempat mandi dan cuci.Dan tentu saja tetangganya, dalam hal ini Mas Deran justru sering melihat dan berjumpa Ningsih di tempat ini. Pada saat dia kena gilir jaga malam se-siang hari Mas Deran yang sendirian karena istrinya lagi kerja banyak keluar masuk di tempat mandi dan cuci ini. Karena seringnya bertemu berdua saja, mau tidak mau seringlah terjadi saling tegur sapa antara Ningsih dan Mas Deran. Tidak bisa dipungkiri bahwa Ningsih yang baru 26 tahun itu memiliki daya tarik seksual yang lumayan. Ibarat kembang Ningsih ini sedang mekar-mekarnya dan ranum.Diam-diam selama ini Mas Deran memang selalu memperhatikan sosok Ningsih. Dia cukup ‘kesengsem’ dengan istri tetangganya itu. Dan dari waktu ke waktu Mas Deran sering dan semakin merasa sepi saat tidak bisa menyaksikan Ningsih berada di tempat mandi dan cuci. Dia jadi gelisah.
Mondar-mandir atau mengintip ke belakang di tempat mandi cuci itu. Tak dipungkiri bahwa Mas Deran suka membayangkan betapa nikmatnya kalau bisa berasyik masyuk dengan Ningsih.Mas Deran tidak bisa mengelakkan penisnya yang selalu ngaceng saat membayangkan pesona Ningsih yang istri tetangganya itu. Akan halnya Ningsih sendiri, dia menyadari dan tahu bahwa dirinya termasuk seorang perempuan yang memilik pesona seksual. Banyak lelaki dan khususnya Mas Deran yang tetangganya itu sering kepergok saat memperhatikan tubuh indahnya.Ningsih tahu Mas Deran suka memperhatikan celah di antara buah dadanya. Dia tahu Mas Deran suka memperhatikan pantatnya yang seksi saat dia nungging menyapu lantai tempat mencuci. Dia juga tahu bagaimana mata Mas Deran berusaha menembusi celah roknya saat dia jongkok di tempat cucian. Dia juga tahu dan merasakan betapa Mas Deran pengin melihat bagian-bagian tubuhnya yang sangat rahasia.Dan Ningsih sangat menikmati bagaimana Mas Deran memuaskan matanya untuk menikmati pesona tubuhnya. Dia sangat senang saat melihat mata Mas Deran yang melotot seakan hendak menelanjangi dan melahap tubuhnya. Dan Ningsih akan kesepian dan gelisah pada saat tak ada Mas Deran. Pada saat Mas Deran kena giliran jaga siang hari, hati Ningsih menjadi kosong dan merasa sendirian.Ningsih menjadi malas berbuat apapun. Malas masak, malas nyuci, malas mandi dan malas lain-lainnya. Dia merasa kehilangan pengagumnya. Dan dia juga seakan kehilangan semangat hidupnya.Begitulah hingga pada suatu pagi..Lokasi di rumah kontrakan pagi ini nampak sunyi. Murni sudah berangkat kerja. Tono sudah berangkat kerja pula. Kebetulan Mak Sani juga sedang pergi nginap di tempat anaknya di Serang. Nampak Ningsih dengan cuciannya yang menggunung, karena baru saat ini pengin nyuci sesudah 4 hari bermalas-malasan. Dia nampak sibuk dengan memilah-milah dan menggilas pakaian-pakaiannya. Pagi ini dia menunjukkan semangatnya kembali. Dia tahu mulai hari ini Mas Deran untuk selama satu minggu ke depan akan selalu berada di rumah pada siang hari. Dia kena tugas jaga di malam hari selama seminggu.Sesudah satu minggu menunggu dalam sepi, hari ini Ningsih sudah bertekad akan banyak nyuci atau masak yang membuatnya bisa mondar-mandir di tempat mandi dan cuci ini. Dia sudah rindu akan mata hausnya Mas Deran yang seakan menelanjangi dan hendak menelan tubuhnya itu. Dia sudah rindu akan pandangan penuh birahi Mas Deran yang bisa membakar semangat kerjanya pula. Dia merasakan betapa dari setiap pandangan mata Mas Deran pada bagian-bagian tubuhnya membuat dirinya sangat bangga dan tersanjung.Pagi ini Ningsih lebih dari sekedar nyuci.
Pagi ini Ningsih sengaja berdandan khusus untuk Mas Deran. Dia memakai baju atas yang memperlihatkan belahan dadanya lebih membelah, disamping lebih menunjukkan keindahan bahu dan ketiaknya. Baju atasnya itu hanyalah sepotong kain yang membungkus sebagian kecil dadanya dengan tali kecil yang nyangkut ke bahunya. Dengan baju macam itu Mas Deran akan lebih bisa menikmati keindahan tubuhnya dan belahan dadanya.Ningsih juga mengenakan rok yang sangat pendek. Dia ingin menunjukkan betisnya yang ranum bak padi bunting serta membuat lebih banyak menampakkan bagian dengkul hingga naik ke sedikit pahanya. Pada saat jongkok, bukan tidak mungkin Mas Deran juga berkesempatan melihat secercah celana dalamnya. Jantung Ningsih berdesir saat mengkhayalkan bagaimana nanti Mas Deran terpukau pada saat menyaksikan bagian-bagian tubuhnya yang sensual dan sangat rahasia ini.Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Ningsih sudah tak sabar menanti kehaDeran Mas Deran. Mas Deran memang biasa bangun siang sesudah tugasnya yang hingga pagi hari itu. Biasanya dia baru keluar untuk mandi sekitar pukul 10 pagi.Tetapi untuk pagi ini, mungkinkah dia keluar lebih awal..?Hati Ningsih melonjak girang sekaligus deg-degan saat mendengar gerendel pintu rumah Mas Deran dibuka. Dengan hanya bercelana kolor dan kalung handuk Mas Deran keluar dari rumahnya.“Pagi, Dik Ningsih. Sudah rajin nih, ya. Bagaimana kabarnya. Dik Ningsih dan Mas Tono sehat?”, sapa ramah Mas Deran.“Pagi Mas Deran. Baik. Baru bangun ya?!”, sambil menebar senyuman dan matanya menatap tubuh Mas Deran.“Iya, nih. Semalam benar-benar begadang karena ada satu teman yang absen. Saya mesti menggantikannya. Ss.. Saya kk.. Kehilangan giliran tidurnya, dd.. D.. Dik”, kali ini jawabannya agak tersendat. Mas Deran menyaksikan betapa Ningsih nampak sangat membangkitkan birahinya dengan pakaiannya yang banyak terbuka itu.Sepertinya Ningsih langsung tahu. Dia gembira hatinya karena tujuannya tercapai. Kemudian sambil pura-pura membetulkan ikatan rambutnya, Ningsih mengangkat tangannya hingga ketiaknya yang mulus dan indah itu nampak terbuka lebar. Bak seorang penari yang sekaligus koreografer, dia juga menggerakkan bagian-bagian tubuh lainnya dengan harapan Mas Deran bisa menikmati keindahan leher lehernya, belahan dadanya dan juga bibir sensualnya.Dia menyahut omongan Mas Deran dengan sedikit melempar umpan,“Yaa.., khan ada Mbak Murni, Mas. Tentunya khan ada dong.. Sambutan di pagi hari.. “, sambil sedikit melepas senyuman dan lirikan matanya yang menggoda. Seperti gayung bersambut, Mas Deran merespon dengan penuh pemahaman dan dorongan untuk’jemput bola’. Dengan gaya ‘lelaki yang penuh derita’ dia menjawab,“Ah.., nggak koq, dik. Setiap pagi saya datang, setiap pagi itu pula Murni siap berangkat. Jadinya yaa.. Selalu selisihan, begitu”.“Dik Ningsih, kemarin Mas Tono bawa koran Kompas, khan? Aku pinjam dong. Aku pengin baca berita , nih,” terdengar suara Mas Deran dari balik dinding rumahnya yang penuh bolong itu.“Ada, Mas. Aku antar ke depan rumah ya,” jawab Ningsih.“Nggak usah. Lewat sini saja dik. Dari arah bangku Dik Ningsih ini khan ada bolongan. Cukup untuk nyeploskan koran. Gulung saja dulu, dik,” usul Mas Deran yang sangat unik, menggunakan bolongan dinding mereka untuk mengirimkan koran Kompasnya.Dan sejak itu banyak dan beragamlah pemanfaatan lubang dinding dekat bangku Ningsih itu. Dari kiriman sambel kecap untuk makan siang, pisang goreng, pinjam ballpen, pinjam buku dan sebagainya. Lubang yang letaknya kira-kira sepinggang di atas lantai itu terjadi karena triplek dinding yang telah keropos.Semula sudah ditutup koran-koran yang ditempel dengan lem sagu. Tetapi ya, mudah lepas. Dilem lagi, lepas-lepas lagi. Dan akhirnya setengah dibiarkan. Lubang itu tidak tepat berbentuk bulatan.
Dari atas turun memanjang hingga sekitar 12 cm dengan lebarnya yang 3 cm. Tetapi kalau diperlukan, lubang itu bisa direnggangkan sedikit sehingga bisa untuk nyeploskan botol kecap yang besar itu atau lainnya.Pada saat lain lubang itu kembali menyempit sehingga tidak menarik perhatian siapapun termasuk Tono suami Ningsih maupun Murni istri Mas Deran. Dengan lubang macam itulah akal bulus para dewa cinta bisa memanggil-manggil birahi dan syahwat manusia kapan saja. Dengan adanya lubang pada dinding itu komunikasi erotis antara Mas Deran dan Ningsih berkembang dengan sangat pesat.Dari waktu ke waktu panah dewa cinta dengan pasti menembus dan membutakan mata dan hati mereka.Kata-kata yang saling ejek dan goda dengan seling tawa saling dilontarkan antara Ningsih dan Mas Deran melewati dinding rumah mereka. Dan ucapan-ucapan mereka dengan cepat berkembang semakin bebas, semakin panas serta semakin vulgar. Kini nampak keduanya sedang ber-asyik masyuk dengan saling berbisik antar dinding.Ningsih secara khusus menarik bangku plastik untuk kemudian duduk mendekat ke dinding dan lubang itu. Demikan pula Mas Deran. Dia menarik kursi makannya untuk mendekati dinding dengan lubangnya itu pula.“Gede donk, punya Mas Tono?,” bisik Mas Deran melontarkan godaan ‘hot’-nya.“Ah, jangan mengejek lho. Dosa tuh. Memangnya seperti punya Mas Deran, bisa buat pentungan kalau lagi jaga malam?,” balas Ningsih disertai tawanya yang menderai tertahan.“Ya, tapinya banyak loh yang pengin kena pentunganku,” ganti Mas Deran yang ketawa.“Ya, sudah. Sana cari yang suka pentungan Mas Deran!,” ketus Ningsih bernadakan cemburu.“Eh, eh, eh.. Jangan marah.., ayolah say..,” buru-buru Mas Deran membujuk Ningsih.Justru cemburu Ningsih kian membara. Dia menganggap Mas Deran juga mengobral goda pada perempuan lain. Dia merasa seakan Mas Deran punya perempuan simpanan. Mukanya cemberut. Dia tidak menjawab bisikkan Mas Deran.Sesudah beberapa kali berusaha memancing omongan Ningsih, bisikkan Mas Deran tetap tak mendapatkan respon, Sekali lagi dewa cinta perlu ikut campur.“Ya, sudaahh.., aku mau tidur sajaa..,”“Eeii.. Tunggu. Kembalikan dulu koranku. N’tar dicari yang punya,”Kemudian Ningsih menuju lubang di dinding, “Mana?,” permintaan ketusnya.“Nih, ambil sendiri?,” jawab Mas Deran dari balik dinding sambil menunjukkan koran di tangannya..“Ceploskan saja!,”“Nggak, ah, nanti robek. N’tar aku dimarahin Mas Tono, lagi!,”Cemburunya yang masih membakar akhirnya kalah. Ningsih takut nanti suaminya mencari korannya. Dan apa katanya kalau ternyata koran itu ada di tempat Mas Deran. Akhirnya dia mengasongkan tangan kanannya masuk ke lubang itu untuk mengambil korannya.Melihat tangan yang indah dan lembut itu Mas Deran tak mampu menahan pesonanya. Saat itulah Mas Deran kontan meraih tangan Ningsih. Ningsih kaget dan serta merta berusaha menarik tangannya. Tetapi mana kuat melepaskan diri dari pegangan kokoh Mas Deran.
Baca Juga Cerita Panas Indonesia : Pengalamanku Memperkosa Cewe Chinese
Sambil meronta-rontakan tangannya dia berteriak-teriak dalam bisikkan,“Lepaskan. Lepaskan. Aduh.. Lepaskaann..!,”Tetapi Mas Deran justru lebih menggoda. Dengan memegang pada tangan kanannya, tangan kirinya mengelusi jari-jari Ningsih. Elusan yang cepat berkembang menjadi urutan-urutan. Dan rontaan tangan Ningsih itu pelan-pelan mereda. Cemburu Ningsih padam. Dia menikmati elusan tangan Mas Deran. Sesaat hening. Yang terdengar nafas-nafas dua insan yang terpisah oleh dinding tripleks.Tiba-tiba Ningsih disergap perasaan merinding. Dia seakan jatuh dari ketinggian tetapi tak pernah menyentuh tanah. Dia merasakan ke-lengang-an yang nikmat pada saat jatuh itu. Ketinggian itu seakan tanpa batas. Elusan tangan Mas Deran pada tangannya telah menyentuh sanubari dan membangkitkan nikmat. Ningsih seperti terlempar dan jatuh melayang ke awang-awang.Akan halnya Mas Deran. Sebenarnya dia tidak sengaja dan merencanakan hadirnya tangan Ningsih itu. Tetapi ketika dia menyaksikan tangan lembut nyeplos dari lubang dindingnya, refleksnyalah yang meraih tangan itu. Yaa, macam inilah hasil kerjanya dewa cinta..Dan saat tangan lembut itu meronta, dia tak ingin melepaskannya lagi. Dia sungguh mengagumi kelembutan tangan itu. Itu bukan macam tangan Murni yang kasar. Dia langsung terdorong untuk mengelusi kelembutan tangan Ningsih itu. Duh, punggung tangan inii.., betapa indahnya.. Duh, jari-jari inii.., betapa lentiikk..Dan tiba-tiba hadir sebuah dorongan yang sangat kuat. Mas Deran mendekatkan tangan Ningsih itu ke mukanya. Dia menciumi tangan itu. Dan kemudian lebih jauh lagi dengan menjilat dan mencaplok. Mas Deran mulai mengulum jari-jari Ningsih yang lentik itu. Siirr.. Jantung Ningsih terasa berdesir. Ningsih seperti tersengat listrik ribuan watt saat ujung-ujung jarinya merasakan adanya sentuhan lunak kehangatan.Dia memastikan Mas Deran sedang mencium dan memasukkan jari-jari tangannya kemulutnya. Sengatan listrik itu merambati seluruh bagian tubuhnya. Ningsih merasakan seakan hendak pingsan. Dia cepat berpegang pada dinding dan tanpa sadar dia merintih,“Dduuhh.. Mas Diraann.., j.. Jj.. Jangaann.. ,” tangannya kembali meronta kecil.“Mmaass.., Mass.., Maass.. Jangaann.. Ampun Maass.. ,” ucapan yang penuh paradoks dari bibir mungil Ningsih.Kata ‘.. Jangaann.. ‘ itu semakin jauh dari makna sejatinya. Kata itu justru untuk mengukuhkan kuluman Mas Deran pada tangan dan jari jemarinya. Ningsih semakin memperkeras pijitan pada pentil-pentilnya.Mas Deran semakin terbakar mambara. Nafsunya yang tidak banyak tersalurkan pada istrinya kini pengin ditumpahkan pada Ningsih.
Dan nampaknya Ningsih telah menyerah dalam kendali Mas Deran. Dia tengah tenggelam dalam birahi syahwatnya.Pelan-pelan dia kendorkan pegangannya pada tangan Ningsih. Dia pengin tahu, apakah Ningsih akan langsung menarik tangannya ke balik dindingnya. Ternyata tidak.Justru kupingnya menangkap desah lirih dari mulut Ningsih yang mengesankan betapa haus perempuan yang istri tetangganya itu untuk dipuaskan syahwatnya. Justru jari-jari Ningsih kini meruyak-ruyak dalam mulutnya. Sesaat Mas Deran tetap mengkulum dan menggerakkan lidahnya pada jari-jari indah itu sebelum akhirnya menarik lepas tangan itu dari mulutnya dan meraih tangan itu untuk mengembalikan ke balik dindingnya.Ningsih mengikuti apa yang menjadi kehendak Mas Deran. Tangan Mas Deran terus menggamit tangannya untuk dikembalikan nyeplos melalui lubang dinding itu. Tetapi ternyata tangan Mas Deran terus ikut nyeplos. Lubang itu melebar ditembusi oleh tangannya yang kekar. Tangan penuh otot yang coklat kehitaman, yang nampak banyak didera oleh kehidupan yang kasar dan keras itu kini berada di depannya.Ningsih berdesir terpana melihat tangan Mas Deran itu. Mau apa dia?Tangan itu bergerak menggapai-gapai. Ningsih memastikan Mas Deran ingin meraih dirinya. Dia memang tak akan bergerak dari tempat duduk bangku plastiknya. Dan tangan itu berhasil menyentuh pahanya yang hanya memakai rok pendek. Nampak dengan jari-jarinya yang kasar tangan itu merabai dan mengelusi pahanya.Elusan-elusan yang sering juga diseling sedikit cakaran dari tangan Mas Deran mengaduk-aduk nuraninya dan membuahkan erang dan rintih nikmat yang penuh iba.“Oohh.. Mmaass Diraann..,” sambil tangannya seakan mau menahan gerak dan laju tangan Mas Deran.“Maass.. Mass..”.Sementara itu tangan Mas Deran itu mulai menggeser sentuhannya menuju ke arah pangkal pahanya. Ningsih membiarkan tangan itu bergerak kemana maunya. Dia seperti sedang melayang.Tangan Mas Deran kini merabai bagian tubuh Ningsih yang paling peka. Tangan Mas Deran mengelus-elus pangkal paha dan selangkangan Ningsih itu. Tangan dan jari-jari Mas Deran meremas celana dalamnya untuk menggelitiki vagina Ningsih. Ningsih menggelinjang dengan hebat. Nafasnya tersengal. Tangan-tangannya mencari apapun untuk bisa dia pegang. Mulutnya merasa sangat haus.Tangannya akhirnya memegang meremasi tangan Mas Deran. Ningsih merintih dengan diikuti tubuhnya menggoyang-goyang maju mundur hendak menjemput rabaan tangan Mas Deran itu. Begitulah perempuan. Dia menikmati antara ‘ya’ dan ‘jangan’, untuk membiarkan semuanya berjalan tanpa kendalinya.Jari-jari itu meretas tepian celana dalam. Jari-jari itu menyentuhi bibir vaginanya. Jari-jari itu berusaha merogoh vaginanya. Tangan Ningsih mencekalnya lebih erat. Bukan untuk menghambatnya.Tangan Ningsih mencekal untuk mengkokohkan posisi tangan Mas Deran. Ningsih ingin jari-jari Mas Deran mengorek-orek lebih jauh kemaluannya. Ningsih sangat merasakan kegatalan pada vaginanya.Vagina Ningsih telah basah oleh cairan birahinya. Ningsih minta jari Mas Deran mengoboki lebih dalam lagi. Tetapi tangan itu tak akan berhenti di sana. Tangan Mas Deran masih mau menjerlajah. Tangan itu melepaskan vagina Ningsih yang telah membasah. Tangan itu meninggalkan siksa kepada Ningsih. Tangan dan jari-jarinya itu terus memanjati tubuh Ningsih. Ke perutnya sesaat, kemudian meluncur ke buah dadanya yang memang telah setengah terbuka sejak awal tadi.Kini kenikmatan yang beda kembali melanda Ningsih. Tangan Mas Deran dengan liar meremasi buah dadanya. Jari-jarinya memelintir puting-puting susunya. Bagaimana mungkin menghentikan desah dan rintih dari mulutnya,“Ammpuunn, Maass.. Maass.. Maass.. ‘, hanya itulah kata-kata yang berkali dan berulang disuarakan.Mas Deran merangsang terjadinya respon Ningsih untuk melumati jari-jarinya. Kini dia juga semakin tahu.
Istri tetanganya ini memang perempuan yang sangat lapar dan haus. Mas Deran ingin menjawab lapar dan hausnya Ningsih itu. Dia biarkan Ningsih. Dia memberikan kesempatan Ningsih untuk memuaskan dulu lumatannya atas jari-jarinya.Ningsih yang kini telah histeris. Jari-jari dan tangan Mas Deran telah dibuat kuyup oleh bibir, lidah dan ludahnya. Ningsih dengan setengah membungku, juga melatakan lidahnya itu hingga ke lipatan lengan Mas Deran. Maunya sih lebih jauh lagi.Tetapi dinding rumah kontrakan itulah yang mengatur semuanya. Ningsih juga membawa tangan dan jari-jari itu kembali merabai leher dan buah dadanya. Ningsih masih ingin buah dadanya berada dalam cengkeraman tangan kasar itu. Tetapi dari balik dinding, Mas Deran punya mau ada beda.“Dik Ningsih, Mas nggak tahaann, niihh..,” rintih Mas Deran. Terdengar suaranya agak serak.“Dik Ningsih, Mas nggak tahaann.., niihh..,”“Dik Larsiihh.., tolong Mas diikk..”.Rintihan Mas Deran itu semakin memacu nafsu birahi Ningsih. Dia juga tidak tahu harus bagaimana. Masing-masing tak mungkin saling mengundang atau saling bertandang. Apa kata tetangga nanti.Tetapi Ningsih sendiri juga semakin tertekan oleh kehendak syahwatnya. Pada vaginanya sudah dia rasakan ada cairan yang tak terbendung. Cairan birahinya telah membuat celana dalamnya basah kuyup. Sementara jari-jari tangan kirinya tak henti-hentinya memijat dan memilin-milin puting susunya sendiri.Ternyata diam-diam Mas Deran telah mengeluarkan melepaskan celana kolornya. Dan kemaluannya yang gede panjang itu telah lepas keluar melalui tepian celana dalamnya yang nampak setengah kumal itu. Dan tak bisa dia tahan, tangan kanannya kini nampak meijat-mijat dan mengelusi kemaluannya itu.“Dik Ningsih, Mas nggak tahaann, niihh..,” kembali rintihan Mas Deran mengiang di telinga Ningsih.“Diikk, aku nggak tahaann..,” sekali lagi rintih serak Mas Deran,Syahwat birahi Ningsih-lah yang kini menjawabnya dalam bisik,“Gimana dong, mass.. Ningsih mesti ngapaiin..? Gimanaa..?,”“Dd.. Dik Ningsih mm.. Mau b. Bantu Mass.., yaa..??,”“Gimanaa..??,” suara Ningsih yang bernada desah dan rintih pula.Itu bukan suara orang bertanya. Maksud ucapan itu adalah untuk mendorong tindakan Mas Deran. Terserah Mas Deran, mau kemana nikmat bersama ini akan dibawa.Tiba-tiba Mas Deran menuntun tangan Ningsih.
Dari balik dinding ini Ningsih tidak melihat apa yang telah terjadi pada Mas Deran. Dia tidak tahu kalau Mas Deran sudah melepasi celana kolornya. Dan Ningsih juga tidak melihat kalau kemaluan Mas Deran sudah lepas keluar dari celana dalamnya.Tangannya pasrah mengkuti tuntunan Mas Deran. Darahnya berdesir dan jantungnya memukul-mukul dadanya. Kemana tangannya akan dibawa? Ningsih menunggu dalam harapan yang cemas.. Tiba-tiba dirasakannya Mas Deran kembali menciumi telapak tangannya. Ah, hanya itu.., demikian sesaat pikir Ningsih sedikit menyiratkan kecewa.Tetapi tunggu.., ternyata ciuman Mas Deran ini tak lama. Tangan itu kembali dituntunnya. Mas Deran juga merubah posisi pegangannya. Dia buka telapak dan jari-jari Ningsih untuk kemudian dengan cepat digenggamkannya kembali. Pada saat itulah Ningsih baru menyadari dan merasakannya.Sebuah bulatan batang yang panjang dan hangat kini berada dalam genggamannya. Oohh, ini khan.. Kk.. K.. Kemaluan.. Mas Deran?! Ningsih terpekik kecil.Dia sangat kaget. Dia tidak menduga Mas Deran akan membawa tangannya untuk menggenggam kemaluannya. Tetapi ada yang lebih mengejutkan. Dan ini sama sekali tidak pernah dibayangkan Ningsih sebelumnya. Kemaluan Mas Deran ini demikian kerasnya, hangatnya serta gede dan panjangnya. Ningsih setengah tidak percaya akan apa yang sedang terjadi hingga Mas Deran membantu tangannya meremas-remasi batang penisnya itu.“Ayyoo Dik Ningsihh.. Bantuin Maass..,” rintihan penuh iba Mas Deran sambil tangannya menekan-nekan genggaman tangan Ningsih untuk meremas lebih keras kemaluannya.“Dik Ningsih, tolong Diikk.., di peres-peres gitu, lohh.. Ayoo..,” bisik Mas Deran yang tidak tahu keadaan Ningsih sambil mencontohkan pada tangannya untuk meremasi penisnya.Ningsih yang masih dalam keadaan ‘shock’ itu belum mampu mencerna apa maunya Mas Deran. Walaupun dia tidak melepaskan genggamannya tetapi dia belum bisa mendengarkan bisikan dari balik dinding itu.“Ayyoo, Dik Ningsihh.., bantu mass.., ayo dipijit-pijit gituu.. Mas gatel banget, niihh..”. Dan akhirnya memang Ningsih tahu. Dan apa mau dikata, rasanya bagi Ningsih tak ada yang harus dipilih.Memang dia pernah meremas-remas. Tetapi meremasi kemaluan Tono suaminya berbeda banget dengan apa yang kini dalam genggamannya.
Ditangannya kini ada batang gede, panjang dan hangat. Dia seakan sedang memegang lontong gede isi oncom yang baru keluar dari dandangnya.Dan saat ngaceng seperti ini penis Mas Deran ini bukan main kerasnya. Batang itu mendenyut-denyutkan uratnya yang beraliran darah. Denyutnya terasa teratur seperti saat dia memegang urat nadinya. Sensasi syahwat birahi ini telah membuat Ningsih merinding dan gemetar hebat.Dia tak lagi kuasa untuk menolak nikmat macam ini. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya. Dan mulailah tangan cantik dan lembutnya Ningsih itu melumat-remasi kemaluan Mas Deran. Kini Ningsih mulai merasakan betapa mantapnya menjamah dan menggenggam penis gede macam ini.Dan akhirnya bukan hanya meremas dan memijit. Ningsih juga mengelus dan mengurut-urut kemaluan Mas Deran dari ujung hingga ke pangkalnya. Ningsih juga merabai betapa lebat jembut Mas Deran itu. Dia rasakan adanya rimba yang tebal pada pangkal kemaluan Mas Deran. Tangannya menarik dan jambaki gelimang rambut kemaluan itu.Dia juga mengelusi dan memijit halus bijih pelir Mas Deran. Jari-jarinya merabai bijih itu dan saat datang geregetannya dia sedikit memjit sehingga Mas Deran berteriak kecil merasakan ngilunya.“Duuhh.. Dikk, teerruuss.. Enak bangeett.. Dik Ningsihh..”.Hati Ningsih dirambati semacam perasaan tersanjung dan puas saat mengetahui Mas Deran menerima kenikmatan remasan tangannya. Mas Deran mulai maju mundur menggoyang-goyangkan pantatnya. Dia berharap Ningsih mengocoki batangnya pula. Goyangan maju mundur pantat Mas Deran menandakan dia tak mampu menahan derita kenikmatan itu.Kenikmatan remasan tangan Ningsih membuatnya serasa terbang ke awang-awang. Nikmat itu kini mulai mencari terminal transitnya. Nikmat itu harus ada saat terminalnya sebelum nyambung ke nikmat berikutnya. Mas Deran merasakan air maninya mendesak-desak untuk keluar dari saluran penisnya.“Ach.. Ww.. Uuch.. Aacchh,” terdengar ah uh Mas Deran merasakan desakan nikmatnya.“Enak ya maass.. Tangan Ningsih?? Terus ya Maass?? Mas Diraann.. Ningsih juga senaanng sekali bisa memuaskan Maass..”.“Enak, maass..?,” tanya dalam desah Ningsih berulang-ulang.Tak pelak lagi pantat Mas Deran semakin tak terkendali maju mundurnya. Rasanya air maninya tak akan mampu ditahan lagi. Mas Deran kembali menghiba,“Diikk Larsiihh.. Kencengin dong remasannyaa.. Cepetin.. Kocok-kocookk.. Yang cepeett..,”“Ayyoo, Ddikk, Mas Deran mau keluarr, nniihh..”.Dengar ucapan terakhir Mas Deran, Ningsih tanggap. Dan lebih dari itu memang Ningsih telah sangat menunggunya.
Dia ingin penis Mas Deran menyemprotkan pejuh-nya. Dia ingin tangannya kena semprotan air mani Mas Deran yang pasti sangat hangat itu. Ningsih juga ingin menyaksikan betapa air mani Mas Deran akan tumpah sangat banyak dan kental.“Yaa.., yaa.., teruss Dik Ningsihh.. Enakk bangeett diikk.., Larsiihh, oohh Larsiihh, Larsiihh,” Mas Deran menyongsong puncak nikmatnya sambil meracau memanggil manggil nama Ningsih. Pantatnya semakin kuat dan cepat maju mundurnya.Ah.. Akhirnya datanglah..,Dengan meremasi tangan Ningsih dan juga menahan agar tangan itu terus mijat-mijatnya Mas Deran menunggu air maninya tumpah,“Ampuunn.. Dik Ningsihh.. Ampuunn.. Dik Larsiihh, .. Enak banget Dik Ningsihh..”.Diawali dengan meregang-regang sesaat penis Mas Deran menyemprotkan sperma dengan kerasnya.Genggaman tangan Ningsih merasakan sebuah kedutan yang sangat keras. Urat besar penis Mas Deran mengedut dan memompa keluar muncrat cairan putih kental. Air mani Mas Deran deras terpompa keluar. Mungkin ada sekitar 8 atau sembilan kedutan besar yang memompa dan memuncratkan cairan putih kental itu.Tangan Ningsih merasakan cairan hangat berlumuran pada sekujur lengannya. Telapak tangannya merasakan ada pelumas hangat kental yang memperlicin genggamannya. Air mani Mas Deran telah berlelehan pada tangan dan lengan Ningsih.Untuk sementara Mas Deran merasakan kelegaan yang sangat mendalam. Kehausan syahwatnya telah mendapatkan saluran keluar dengan muncratnya spermanya. Kini dia membiarkan saat tangan Ningsih mengendorkan dan melepaskan remasan pada kemaluannya. Mungkin Ningsih ingin menyaksikan sperma yang berlumuran di tangannya.Hingga sore hari tak ada bisikkan antar dinding yang terdengar. Mas Deran tergolek lemas di ranjangnya. Dia langsung tertidur.
Malam itu, sebagaimana malam-malam yang lain Tono makan bersama istrinya. Secangkir kopi dan sepiring pisang goreng telah melengkapi kegiatan makan malam mereka. Sesekali tanpa sepengetahuan suaminya, Ningsih melirik ke lubang nikmat di dinding itu. Hatinya berdesir saat mengingat betapa lewat lubang itu tangannya telah menggenggam dan meremasi penis Mas Deran yang gede, keras dan hangat milik Mas Deran.Sepanjang malam itu Ningsih tak bisa nyenyak tidurnya. Dia masih menyimpan obsesi birahinya. Keasyikan ber-asyik masyuk dengan Mas Deran tadi siang belum memberikan akhir nikmat yang tuntas. Memang dia merasa cukup puas saat mendengar bagaimana Mas Deran mendesah dan merintih karena remasan serta lumatan-lumatan tangannya.Ningsih nampak gelisah dalam tidurnya. Obsesi birahinya sempat terbawa dalam mimpi. Dia melihat Mas Deran sedang menyetubuhi istrinya Murni. Dia menyaksikan betapa Murni menjerit nikmat saat kemaluan Mas Deran yang gede panjang itu menusuki vaginanya.Dilihatnya suaminya begitu lelap tidurnya. Mungkin karena bekerja seharian, Tono langsung tertidur begitu selesai makan malam tadi. Begitulah yang sering ditemui Ningsih dalam kehidupan suami istrinya.Hingga pagi hari, praktis Ningsih tak bisa benar-benar memejamkan matanya. Ingatan akan peristiwa yang terjadi bersama Mas Deran kemarin siang benar-benar membuatnya menyimpan dendam syahwat yang memerlukan saluran keluar.Mungkinkah dia meniru Murni seperti dalam mimpinya? Mungkinkah dia nungging di depan lubang itu dan Mas Deran mau menusukkan kemaluannya dari sebelah dinding yang lain? Cukup lebarkan lubang itu untuk kemaluan Mas Deran? Bisakah hal itu terjadi padanya?“Ahh.. Bagaimana aku mesti menyampaikan keinginanku ini pada Mas Deran?,” demikian pikir Ningsih. Ah, bagaimana nanti sajalah.Dari ranjangnya Ningsih sempat mengamati lubang di dinding itu. Sesudah menemani suaminya sarapan pagi dan kemudian melepaskannya untuk berangkat kerja Ningsih kembali menyibukkan dirinya membereskan rumahnya. Saat menyapu di depan, dia sempat menyaksikan Murni istri Mas Deran berangkat kerja pula. Pada kesempatan itu Mas Deran yang melepas istrinya mengedipkan matanya. Itulah bahasa teguran di pagi hari yang langsung membuat hati Ningsih berdesir.“Dik Ningsihh..,” panggil Mas Deran dalam bisikkan dari sebelah dinding.“Mas kangen banget niihh..,” sambungnya.“Mas nggak bisa tidur semalaman. Mas pengin menyentuh Dik Ningsih seperti kemarin itu”.“Sama Mas, aku juga nggak bisa tidur.. Aku mimpi Mas Deran bermesraan dengan Mbak Murni, loh”.“Asyik banget. Sampai Mbak Murni jerit-jerit karena kenikmatan,” cerita Ningsih tentang mimpinya.“Ah, masa sih. Tapi Dik Ningsih nggak marah toh?,” goda Mas Deran.“Ya, nggak toh. Khan sama istrinya sendiri,” begitu goda balik Ningsih.Tiba-tiba dilihatnya Mas Deran memberikan kejutan. Tangan kirinya berhasil menguak lebih lebar lubang dinding itu dengan cara melipat triplek itu ke samping hingga tangan kanannya kini lebih leluasa untuk bergerak. Lubang itu menganga kira-kira selebar ubin 20 X 20 cm.
Baca Juga Cerita Panas Indonesia : Pengalamanku Bercinta Dengan Riska Yang Seksi
Tetapi dengan adanya lubang itu untuk sementara telah cukup membuat situasi dan hubungan menjadi lebih berkembang. Tanpa saling berkesepakatan Ningsih dan Mas Deran langsung melongok ke lubang. Mereka bisa saling pandang. Dalam pandangan penuh kehausan kedua insan saling mengamati wajah lawannya. Mereka saling menyentuh dan berciuman.Ah.. Betapa kalau dua pasang bibir yang penuh dendam birahi berjumpa. Saling sedot dan lumat lidah untuk menghapus dahaga. Setiap bibirnya serasa ingin meneguk sebanyak-banyak ludah pasangannya.Mas Deranlah yang memulai melepas pagutan. Dia sedikit undur dari lubang nikmat itu. Dia susulkan tangan kanannya menerobos dinding. Mas Deran mengulang kenikmatan kemarin. Kembali meremasi buah dada Ningsih.Ningsih sedikit merana karena lepasnya bibir Mas Deran tetapi dia tidak protes. Dia kini menyambut tangan Mas Deran pada susunya. Dia juga ingin kembali merasakan apa yang telah dia dapatkan kemarin. Dia ingin rasakan kembali remasan tangan tangan Mas Deran pada bagian-bagian peka pada tubuhnya. Dia bahkan menuntun tangan Mas Deran untuk menyentuhi puting susunya.“Aduuhh.., maass.. Aku nggak tahan mass.. E.. Ee.. Nak bangett, maass.., amppuun..”.“Dik Ningsih, Mas pengin menjilati susu Dik Ningsih..”.“Mas pengin menggigit-gigit pentil ini diikk..,” demikian erang dan rintih Mas Deran yang berkesinambungan.Ningsih sangat tersanjung dan nikmat mendengar suara Mas Deran itu. Gelora nafsunya terbakar hebat. Rasa haus yang sangat tiba-tiba menyerang tenggorokkan Ningsih,“Aku haus, Maass.., akuu hauss.., Mas Deran..,”Seperti mengalir begitu saja, tiba-tiba Mas Deran ingin bangun berdiri. Dia seakan tahu apa yang diinginkan Ningsih.“Aacch, Maass.., Mass, toloong, Mas Diraann.., aku hauuss bangeett Maass..,” Ningsih merana seperti hendak menangis sambil mengasongkan wajah dan bibirnya ke arah lubang nikmat itu. Tidak lama, tiba-tiba tangis dan iba Ningsih mendapatkan sentuhan. Jari-jari kasar Mas