Menjadi Pemuas Nafsu Birahi Cerita Sex Terbaru
Cerita Seks, Cerita Skandal, Cerita Dewasa – Cerita Hot Tanpa kusengaja dan tanpa kuharapkan semua ini terjadi bagai air mengalir namun amat memilukan hatiku. Namaku Rani Ameli usiaku 15 tahun saat ini, sebagai gadis remaja aku beruntung punya wajah dan body yang cantik, dengan rambut lurus panjang dan kulitku putuh mulus, ditambah lagi bola mataku yang indah serasa hampir sempurna penampilanku. Sehingga banyak cowok yang mencoba mendekatiku dan coba mencuri perhatianku. Namun tak satupun dari mereka yang bisa buat aku untuk menerima perhatian mereka sipencari cinta itu (bukan berarti aku tidak suka pacaran ).
Sebelum aku menceritakan pengalaman pahit yang kualami, baiknya aku beritahu latar belakang keluargaku yang dulu serba kekurangan, aku adalah anak semata wayang, ayahku telah meninggal dunia karena sakit waktu aku usia 12 tahun, dan 5 bulan kemudian karena masalah ekonomi ibuku namanya Sadiem (usia 36tahun) menikah dengan duda usia 49 tahun dengan anak 2 laki-laki yang sudah dewasa, mereka adalah yang menjadi abang tiriku. Yang tertua bang Arif umur 28 tahun dan yang ke-2 bang Dani 26 tahun.
Dua-duanya masih melajang dan ternyata tidak menyukaiku hadir ditengah keluarga pak Wiro (ayah mereka dan menjadi ayah tiriku juga). Saat ibuku menikah dengan pak Wiro (pegawai PNS) aku baru saja lulus dari SD dan segera melanjut ke SMP yang ada dikotaku Medan Sunggal. Sementara bang Arif pengangguran dan bang Dani sudah bekerja sebagai security disebuah pabrik yang ada disekitar jalan Sunggal.
Hubungan ibuku dan ayah tiriku kian hari kian erat, dan ayah tiriku itu juga sangat sayang padaku dan sangat memanjakanku, karena pak Wiro tidak punya anak perempuan dan aku beruntung sangat dimanjakannya, dan ternyata hal itu membuat abang-abang tiriku manjadi iri dan akhirnya sangat membenciku, bahkan mereka gak segan-segan menempelengku walau hanya dengan masalah sepele yang aku buat.
Baca Juga Cerita Bokep : Pembantu Haus Seks
Aku heran mengapa mereka gak sayang padaku padahal mereka gak punya adik perempuan dan harus nya mereka melindungiku dengan baik dan menyayangiku. Aku bukannya gak tau diri, aku juga nyadar kalo aku dan ibu hanya numpang dirumah mereka, dan aku juga tidak banyak meminta pada ayah, cuma beliau aja yang sangat sayang padaku dan suka membelikanku baju dan semua alat-alat sekolah yang kuperlukan.
Hari-hariku kujalani dengan ceria awalnya, selain memasuki ajaran baru sebagai siswi SMP dan aku juga merasa bahagia punya keluarga baru yang kehidupannya boleh dibilang cukup untuk keluarga sederhana seperti yang kami jalani waktu itu. Ibuku juga akhirnya punya kegiatan dengan bekerja sebagai penjaga kantin dikantor tempat ayah bekerja. Jadi tiap hari ayah dan ibu perginya bareng kalo berangkat kerja dan pulangnya juga bareng, pergi pagi jam 07 pulangnya sore jam 04 atau jam 05.
Aku sudah terbiasa pergi sekolah dengan naik angkot sendiri dan pulang sekolah juga gak dijemput. Yang selalu tinggal dirumah bang Arif karena dia nganggur gak ada kegiatan selain suka berolah raga dan pergaulannya juga agak buruk, suka mabuk dan pernah kata ayah kepergok makai narkoba. Kalo bang Dani walau punya pekerjaan tapi juga jarang pulang alias nginap dirumah temannya atau ntah dimana aku juga gak pernah tau.
Hingga suatu hari tibalah hal sangat memilukan pada diriku. Saat itu jam 02:30 sore, aku abis nyetrika seluruh pakain keluargaku, dan pakaian yang kusetrika akan kusimpan kelemari pakain masing-masing, pakain ibu dan ayah kusimpan ke lemari yang ada dikamar ayah dan ibu, pakaianku kusimpan dikamarku dan pakain abang-abangku kusimpan kekamar mereka (abangku ber-dua satu kamar). Terakhir aku akan menyimpan pakain abangku, aku melangkah kekamar bang Arif dan sungguh aku tidak menduga kalo didalam kamar ada orang, karena kutahu kalo sore biasanya bang Arif suka keluar dan jarang ada dirumah.
Kulihat pintu kamar tertutup tapi gak terkunci, maka aku menduga kalo didalam kamar emang gak ada siapa-siapa. Kudorong pintunya dengan kaki kananku karena kedua tanganku membopong banyak pakain, langsung aku masuk hendak menuju lemari pakaian, tapi segera saja langkahku terhenti karena ternyata bang Arif ada didalam sedang duduk menghadap komputer dan dia sangat terkejut meihatku, karena sangat jelas aku melihat apa yang sedang dia lakukan, dia sedang memagang sesuatu dibawah perutnya dan tangannya yang memagang sesuatu itu dia gerak-gerakkan seperti gerakan bergetar saat itu, dan celana pendek yang dia pakai aku lihat diturunkan sampai selutut.
Sungguh aku gak ngerti apa yang dia lakukan, tapi dia menjadi sangat marah padaku dan dia cepat-cepat membenahi celananya, dia rapikan sambil membelakangiku, tapi aku sudah jelas melihat kalo dia tadi menggenggam kemaluannya, karena terlihat jelas dihadapanku. Jujur aku juga sangat malu dan sangat takut saat itu. Tiba-tiba dia membentakku sangat kuat dan matanya melotot seakan mau menelanku, “hei tolol…dasar anak setan!”…bentaknya sangat kuat buat aku hampir mau menangis ketakutan. “kamu gak punya mulut ya…hah! nyelonong aja, dasar setan”. Aku gak berani jawab apa-apa selain gemetaran ketakutan, aku takut sekali. “cepat keluar”, bentaknya sekali lagi, dan aku langsung keluar, sementara pakaian yg kubawa belum sempat kuletakkan dan akhirnya kubawa kekamarku.
Didalam kamar aku menangis karena dibentak kuat, kuletakkan pakaian yg kubawa diatas meja kamarku. Rupanya tanpa kuduga bang Arif mendatangi kekamarku, dia berdiri dipintu kamarku dengan kedua tangannya diatas pinggangnya, matanya melotot marah menatapku. Saat itu aku sedang terduduk dipinggir kasurku, dan sungguh aku gak berani menatapnya. Lalu dia melangkah mendekatiku dan aku gak berani melihat kearahnya selain tertunduk takut…
“hei kampret…kau sudah lihat tadi ya…”, tanyanya dengan suara keras tapi aku gak berani jawab apa lagi lihat kearahnya, karena bang Arif itu mau menempeleng, galak amat orangnya.
“apa yang kau lihat tadi?” tanyanya lagi buat aku makin kebingungan dan takut.
“aku tanya…yang kamu lihat tadi”. Aku tetap diam karena gak tau harus jawab apa, dan tiba-tiba dia bentak aku lagi,
“jawab…apa yang kamu lihat tadi..”, “aku gak lihat apa-apa bang”, jawabku dengan suara pelan dan air mataku ngalir sendiri basahi pipiku (karena memang aku gak ngerti apa maksudnya).
Tiba-tiba tangan bang Arif megang leherku dan wajahku diangkatnya, aku lihat wajahnya sangat marah dan seram.
“jawab sekarang apa yang kamu lihat tadi”, dan ntah napa aku barani jawab,
“lihat yang mana bang…aku gak ngerti maksudnya”.
“coba bilang apa yang kamu lihat tadi pada abang, apa yang sedang abang lakukan…”, aku semakin takut, karena jujur aku gak mungkin bilang apa yang aku lihat tadi, aku malu bilangnya sumpah.
Lagian itu menjijikkan, tapi dia tetap memaksaku untuk menjawab, lalu kubilang kalo aku gak lihat apa-apa, tapi abangku gak percaya dan tetap memaksa. Aku heran napa dia memaksaku harus bilang apa yang terjadi, napa dia harus menanyakan itu, apa dia juga gak malu kalo aku jawabnya jujur…
Dan ntah napa kok bang Arif tiba-tiba lembut dan duduk disebelahku. Terus dia belai rambutku, dan jujur itu buatku bingung, tapi tetap saja aku takut padanya, karena dirumah dialah orang yang paling aku takut dan juga bang Dani. Lalu dia cerita dan sedikit curhat sambil yakinkan aku agar aku gak usah takut, dia bilang kalo yang dia laukukan tadi namanya onani, dan dia bilang itu dilakukan laki-laki kalo lagi kesepian. Sebenarnya aku gak gitu ngerti tentang itu.
“mumpung adik tadi sudah lihat abang onani, dan sudah lihat semuanya…mending abang kasih tau dan jelaskan semuanya, tapi dengan syarat harap jaga rahasia”, dengar perkataannya aku jadi semakin malu dan aku gak mau dia jelaskan itu, aku takut.
“adek gak usah takut ya…kalo adek mau bantu dan nurut sama abang, abang gak akan marahi adek lagi”. Jantungku berdetak kuat, sungguh apa yang sedang terjadi dan apa maunya abangku, aku berpikir kalo ini gak benar, aku ingin sekali berlari keluar kamar karena aku mengira kalo abangku pikirannya mulai negatif sudah.
Tiba-tiba dia pegang tanganku sambil bilang kalo aku gak usah takut dan nurut aja biar dia gak marah katanya. Dia bilang biar aku juga ngerti tentang sex, biar aku gak penasaran, gitu dia bilang. Aku bilang gak usah, aku gak mau, dan aku bilang aku mau beli sesuatu keluar karena aku emang sangat ketakutan jadinya. Tapi dia kuat pegang tanganku, dia bilang jangan kemana-mana, dia bilang kalo dia cuma mau ajarin aku sesuatu dan itu perlu aku tau.
“abang kesepian dan adik maukan bantu abang, gak apa-apa kok cuma bantu abang nyelesaikan sekalian adek juga bisa belajar”,
“bantu abang ngapain”, aku bilang sambil lihat wajahnya, tapi tanganku ditariknya kepahanya.
Rupanya bang Arif sudah gak karuan pikirannya, dia peluk aku sambil tangan kananku diletakkannya tepat diatas selangkangannya, hingga tanpa kutau apa maksudnya tapi aku bisa rasakan kalo diatas gundukan celananya ada sesuatu. Oh Tuhan…tidaaak…ini tidaklah pantas, aku tidak mau terima ini, aku tau kalo bang Arif mau ajarkan sesuatu yang belum pantas kuketahui sebagai putri remaja usia 13 tahun. Aku tau kalo dia sesungguhnya ingin ajarkan pelecehan.
Rasa takut berkecamuk dibenakku karena satu kecupan nempel dibibirku,
“uumh…uuuummh…”, mulutku seperti disedot mulutnya dan aku sulit rasanya untuk mengatakan sesuatu, aku terus berusaha menghindar dari ciumannya tapi tetap aja aku gak mampu karena saat itu tangannya yang lain pegang kepalaku dengan kuat dan tangannya itu menarik kepalaku kewajahnya dengan sangat kuat.
Gak salah lagi tebakanku ini adalah pelecehan padaku (gadis dibawah umur), saat dia lepaskan sedotan mulutnya dari mulutku
“jangan merontah atau melawan…” ucapnya dengan suara datar.
“kenapa abang seperti ini padaku, aku gak bisa bang…aku masih anak kecil…”, mohonku padanya dengan suara serak menahan tangisku,
tapi airmataku sudah menetes dipipi, aku buat wajahku sesedih mungkin agar dia kasihan padaku, tapi tetap saja tanganku dipegang kuat dan ditempelkan diatas gundukan kemaluannya.
“kamu bukan anak kecil lagi sayang…kamu sudah remaja…sudah saatnya kamu tau” jujur aku takut tapi ada sesuatu yang aneh kurasa saat aku dengar dia panggil sayang padaku, dan menurutku pasti dia mulai iba padaku dan akan melepaskanku, dan baru kali ini ada orang panggil sayang padaku selain ibuku dan almarhum ayahku.
“adek gak bisa bang…biarlah adek pergi saja, lepaskan adek bang”, aku kira dia kasihan padaku tapi rupanya nggak.
Lalu dia bang Arif mulai ancam aku, aku diminta diam dan harus menuruti perintahnya.
“kalo kamu gak mau lihat bang Arif marah dan gak mau kena pukul, kamu harus turut, ngerti kamu!”,
“wajahmu gak jelek tapi hatimu jahat”,(jeritku dalam hati sambil menangis).
Akhirnya dia terus menyakinkan aku kalo yang akan diajarkannya tidak merugikan diriku atau siapapun, dia bilang toh suatu hari nanti aku juga akan lakukan hal yang sama kalo sdh dewasa nanti pada orang yang menjadi pilihaku (tapi sesungguhnya bhatinku sangat tidak setuju tapi juga aku takut kalo dia benar-marah nantinya).
“sekarang ikuti perintah abang, tutup kedua matamu dan jangan coba-coba sekalipun melawan…”, karena aku memang sangat takut, aku lakukan perintahnya.
“sekarang coba bayangkan apa yang kamu lihat pada abang dikamar abang tadi, bayangkan apa yang sedang abang pegang dan apa yang sedang abang lakukan, dan jangan bersuara sedikitpun”, dia katakan itu dekat ketelingaku sambil aku rasakan kalo tanganku mulai dimasukkannya kedalam celananya.
“ini gak benar, aku gak mauuuu…lepaskan akuuuu…”jeritku sangat kuat dalam hati.
Aku berharap sekali ada seseorang datang yang bisa menolongku saat itu, (oh ibu…oh ayah…dimana kalian, cepatlah pulang ibuu…) tangisku semakin menjadi dengan linangan air mata tanpa berani besuara. Sesuatu yang belum pernah aku pikirkan, sesuatu yang belum pernah aku lihat, sesuatu yang belum pernah aku bayangkan, juga sesuatu yang belum pernah aku sentuh…kini telah bersentuhan dengan tanganku, kini telah membuat pikiranku penuh tanda tanya. Bang Arif abang tiriku telah mengajarkanku kedunia orang dewasa yang sangat bertentangan dengan kemauanku.
Didalam celananya tanganku seperti dipaksa tangannya untuk menggenggam sesuatu yang aku rasakan seperti bagian tubuh, seperti daging kenyal yang keras, jantungku berdetak cepat gak menentu (mungkin juga aku sudah keringat dingin saat itu), sambil diciumnya pipiku dia bisikkan ketelingaku (mulutnya dekat sekali ketelingaku),
“pegang yang kuat sayang…gak usah malu-malu…abang yakin kamu suka”.
“cuih…” kuludahi dia dan kena wajahnya (tapi air ludahku tertahan dimulutku, karena aku memang gak berani melakukan itu).
Aku masih tetap diperintah untuk tidak membuka mataku, entah sampai kapan. Kini benda itu telah kugenggam…sangat besar, genggamanku gak bisa penuh karena tanganku gak cukup (kemaluannya sangat besar kurasakan). Walau perasaan takut tetap menguasai pikiranku, tapi aku masih bisa merasakan semuanya, dalam hati aku berkata…”inilah penis laki-laki, kemaluan laki-laki, penis itu terasa hangat ditanganku, terasa menegang dan sangat keras, dan terasa seperti berdenyut (jujur aku sangat takut membayangkannya) karena aku sadar penis yang aku pegang ukurannya bukan seperti penis anak-anak tetangga umur 5 tahun yang pernah kulihat saat mereka mandi hujan dengan telanjang.
Ini terasa lain dan tanpa kusadari aku jadi merinding saat memegangnya, aku membelai lembut penisnya seperti yang dia perintahkan…dari atas kebawah hingga kurasakan tanganku menyentuh bulu yang ada dipangkal penisnya yang sangat besar itu.
“pegangan adek enak…abang suka adek megangi dedek abang”, dia bilang gitu…dedek ? maksudnya apa (tanyaku dalam hati).
Dia buka celanannya dengan tangan kanannya mungkin, karena tangan kirinya tetap memimpin tangan kananku memegang penisnya.
” Sekarang coba buka matamu…”, ucapnya padaku sambil mencium pipiku, saat kubuka mataku dan kebetulan saat itu arah wajahku tepat kearah bawah arah pahanya, maka langsung terlihat dengan jelas sebuah benda sangat besar (yang dinamakan penis itu) berada dalam genggaman tanganku), dia lepaskan tanganku dari genggaman tangannya dan samakin jelas bentuk penis bang Arif kulihat.
Ya Tuhan malunya aku (bhatinku dalam hati), panjang dan besar sekali, warnanya coklat dan ada kepala botaknya sangat besar, ada bulu yang tumbuh sangat lebat disekililing pangkal penisnya. Benarkah yang kulihat (ucapku dalam hati). Bang Arif berdiri dan membuka kaos oblongnya, badannya timggi besar dan kekar dan saat dia membuka bajunya aku lihat penisnya bergoyang-goyang, sangat besar dan panjang.
Aku berpikir-pikir apa yang akan dia lakukan padaku selanjutnya, langsung aja aku berpikir kalo dia saat ini akan memperkosahku, akan menyakitiku, menodaiku. Tolong hentikan ini ya Allah…jangan biarkan dia memperkosahku, aku salah apa ya Allah…(doaku dalam hati), dan bang Arif juga membuka celana pendeknya juga celana dalamnya, bang Arif telanjang dihadapanku. Aku masih sempat berpikir untuk melarikan diri, aku gak boleh lemah, aku harus keluar dari kamar ini, aku gak mau dia memperkosahku.
Dengan cepat aku bergerak langsung berlari kearah pintu kamarku yang tertutup (tapi tidak terkunci), belum lagi aku sampai kepintu kamar tangan bang Arif dengan cepat menyambar tangan kiriku dan langsung memelukku dengan kuat dari belakang,
“aku sudah bilang jangan coba-coba lari dan tidak turut perintah”, ucapnya dengan suara geram tapi dia melepaskanku dari pelukannya dan tiba-tiba…”plak!!”, satu tamparan keras kepipiku yang lansung buat aku terjatuh.
“berdiri…”, perintahnya, dan aku berdiri dengan menahan rasa sakit yang amat-amat sakit dipipiku, dan
“cuih” langsung kuludahi mukanya (tapi tetap saja air ludahku tertahan dimulutku, karena aku memang gak berani melakukannya).
“cepat buka bajumu…semua…!”, perintahnya dengan seuara membentak.
karena takut dan tak ingin dapat pukulan lagi aku turuti perintahnya, sambil menangis dan buka baju, kulihat jam dinding dikamarku…masih jam 2:45 sore.
“Ibuu..ayah dimana kalian, cepatlah pulang…”, tangisku dalam hati.
“sini duduk..”, perintahnya padaku dan aku nurut duduk ditepi kasurku sementara dia berdiri dihadapanku, dekat sekali dia berdiri dihadapanku, dan pemandangan yang ada didepanku adalah bahwa penisnya dekat sekali kewajahku.
Dipegangnya penisnya yang sangat besar itu sambil memerintahku harus menuruti apa saja yang dia bilang. Aku diminta lagi memegang penisnya, setelah kupegang dia memintaku untuk mencium dan menjilati penisnya yang sangat besar itu, dia katakan kalo dia yakin aku bakal menyukai penisnya.
“dasar abang setan kau…” teriakku sangat kuat dalam hati.
Saat kuturuti perintahnya mencium dan menjilat penisnya, dia belai-belai kepalaku dan mulutnya tidak berhenti ucapkan kata-kata yang menyakitkan hatiku, aku bukan pelacur dan bukan anak yang mengerti sex. Lalu dimintanya aku memasukkan penisnya kedalam mulutku, dia bilang aku harus melakukannya seperti cara orang makan ice cream, dia ajarkan kalo aku harus menyedot atau menghisap penisnya, kulakukan perintahnya tapi hatiku menolaknya. Aku sudah sangat hina telah melakukan dosa yang belum saatnya aku lakukan.
Dia suruh aku agar memasukkan penisnya agak lebih dalam lagi kemulutku, tapi aku gak bisa lakukannya karena penisnya sangat besar dan gak muat kurasa dalam mulutku, jadi aku hanya bisa memasukkan sedikit ( mungkin hanya bagian kepala peninsnya saja yang muat dimulutku). Aku lakukan itu dengan tangisan dan air mataku terus menetes, tapi dia marah melihatku melakukan itu sambil menangis, diperintanhya aku agar menghentikan tangisku dan dia bilang kalo dia sayang padaku dan yakinkan aku kalo nanti aku bakalan suka dan menikmatinya.
“diemut sayang…sambil dinikmati, abang yakin kamu bakalan suka kalo kamu mau belajar menikmatinya, gak usah malu, abang gak marah kok, dan abang senang kalo kamu bisa menikmatinya”, ucapnya dengan suara lembut sambil kedua telapak tangannya membelai kedua pipiku.
“yang kuat sayang isapnya, dihisap sayang…”, pintanya padaku,
“sambil dinikmati ya sayang…uugh…enaknya sayang…terus gitu sayang, terus diemut yang kencang jangan dilepas…”. Dia pegang kepalaku dengan kedua tangannya, didorong dan ditekannya kepalaku kearah penisnya dan kurasakan penisnya semakin masuk hampir setengah dalam mulutku, tapi segera kurasakan mual dan mau muntah, karena dia memaksa penisnya masuk lebih dalam dimulutku, aku gak sanggup tapi tetap ditekannya kepalaku dan penisnya didorong masuk kedalam mulutku.
Aku mual dan mau muntah, airludahku terasa banyak keluar membasahi mulutku, penisnya terlalu besar, walau hanya masuk sedikit tapi aku jadi susah bernapas dan terus merasa mau muntah karena mual.
“ayo sayang…dimasukkan lebih dalam…”, ucapnya dengan tetap memaksa penisnya didorong lebih dalam kemulutku, tapi tetap saja hanya bisa masuk sedikit.
“ough…”, teriaknya pelan,
“jangan kena giginya dong sayang, yang enak dong emutnya…”, ucapannya makin buat aku sakit hati, menjijikkan sekali.
Sesaat kemudian dia melepaskan kepalaku dari tekanan kedua tangannya dan mencabut penisnya dari mulutku, lalu dia memerintahku untuk berbaring diatas kasurku dan dia duduk disebelahku. Saat itu yang ada dalam pikiranku adalah kalo aku akan diperkosah, tidak ada lagi harapan buatku untuk bisa menghindar dari nafsu buasnya. Aku hanya bisa terus berharap semoga ayah dan ibu cepat pulang dan semoga bang Dani atau orang lain ada yang datang kerumah dan dapat menghentikan semua ini. Lalu sesaat kemudian dia mulai beraksi, mulai meraba-raba setiap jengkal lekuk tubuhku (tapi posisinya masih tetap duduk disebelahku ).
Tiada yang bisa kuperbuat selain pasrah pada apa yang diperbuatnya atas diriku, aku hanya bisa merasakan setiap sentuhan tangannya dipahaku, sentuhan tangannya didadaku juga pada benda kehormatanku sebagai gadis perawan umur 13 tahun. Setiap sentuhannya membuatku risih dan sedikit membuatku merinding, apalagi dia melakukan itu dengan wajah tersenyum semakin membuatku merasa benci pada abang tiriku yang sudah penuh nafsu. Aku semakin takut kala dia mulai melebarkan pahaku, dia buka lebar sehingga dia bisa dengan jelas lihat vagina perawanku, bang Arif benar-benar sudah dirasuki setan pikirannya sehingga dia gak peduli sama sekali kalo tubuh yang sedang dia nikmati adalah tubuh seorang gadis perawan umur 13 tahun, adik tirinya sendiri.
Vaginaku dielus-elusnya dan kulihat dia sedang dalam posisi jongkok diantara selangkangan kedua pahaku, vaginaku dipertontonkan hanya demi nafsunya, saat dia merapatkan wajahnya kevaginaku, aku rasakan dan aku tau kalo dia sedang menjilati vaginaku,
“ough..” aku mendesah kegelian tapi sungguh aku tidak menyukainya dan aku jijik dengan semua ini.
Dia seperti mempermainkan lidahnya atas vaginaku dan itu membuatku gak tahan sampai-sampai aku menggeliat menahan geli. Wajahnya sekali-sekali dia benamkan diatas vaginaku dan tanpa kusadari kedua pahaku mengapit wajah dan kepalanya karena geli yang tak tertahankan.
Dia lakukan tanpa ada berbicara, tidak begitu lama kemudian dia menghentikan jilatannya dari vaginaku. Lalu abang tiriku itu merapatkan kembali kedua pahaku dan dia maju mengangkangi tubuhku dan mengarahkan penisnya kewajahku. Aku tau apa yang akan dia perbuat karena sedetik kemudian dia menyodorkan penisnya sangat dekat kemulutku, saat itu aku hanya berpikir pasrah dan harus menuruti kemauannya, karena kalau pun aku melawan gak ada lagi artinya.
“buka mulutnya sayang…abang pengen rasakan kontol abang dalam mulutmu…ayo sayang, abang tau kamu pasti mulai suka lihat kontol abang..”, ucapnya sambil menjulurkan penisnya ( yang saat itu sesungguhnya ada perasaan kagum waktu aku melihat penis abang tiriku sendiri ), penisnya menyentuh bibirku yang sengaja kututup rapat agar tidak masuk kedalam mulutku.
Tercium aroma yang belum pernah kubayangkan dari penisnya itu.
Mengapa mataku seakan gak bisa lepas menatap penisnya, saat ini aku begitu terpsona melihatnya, aku mencoba untuk membenci apa yang kulihat dihadapanku yang kini sedang menyentuh bibirku yang tertutup. Benarkah aku menyukai apa yang kulihat, apakah aku salah kalo aku juga kagum melihatnya…bhatinku tidak meminta melihatnya tapi mengapa ada perasaan lain dalam hatiku saat menatapnya dan mersakannya menyentuh bibirku. Tiba-tiba lamunanku terhenti saat bang Arif berbicara mengejutkanku, kulihat sorotan matanya tajam menatapku, dan aku tau itu pertanda bahwa bang Arif sedang marah ,
“abang gak mau paksa kamu buka mulut, tapi abang akan tetap menunggu sampai adek membuka mulut sendiri…”. Aku bingung karena kupikir sampai kapan posisinya begini berada diatas tubuhku dengan kedua pahanya mengapit wajahku, dan penisnya menegang sangat besar menyentuh mulutku.
Didorong-dorongnya penisnya pelan mencoba menerobos membuka bibirku, tapi aku tetap gak mau buka mulut, dan matanya tetap menatap tajam padaku. Aku tau kalo aku gak mungkin tidak menurutinya, bakalan terjadi hal yang bisa menyakitkanku nantinya. Maka kucoba menuruti membuka mulutku, (karena aku juga gak ngerti mengapa ada persaan suka melihat penisnya, mersakan apitan pahanya diwajahku dan memandang tubuhnya yang kekar tanpa pakaian ), bulu pahanya terasa dikedua pipiku, tapi aku gak mau bang Arif tau kalo aku merasa kagum padanya saat itu.
Segera kubuka mulutku dan dia makin menekan penisnya mencoba masuk kedalam melutku, ditekannya makin dalam dan memerintahku untuk mengulumnya, menghisapnya, aku kewalahan karena dia menekan lebih dalam, tapi aku gak bisa menelan penisnya lebih dalam karena ukuran penis bang Arif sangatlah besar, aku hanya bisa mengulum bagian kepalanya saja, dan aku lihat bang Arif menutup matanya menikmati emutanku pada penisnya, dan sekali-sekali dia mendesah panjang pertanda sangat menikmatinya.
Dalam hati aku sempat bertanya mengapa ada perasaan suka padaku saat melihatnya dan tau kalo dia sedang menikmati tiap hisapan mulutku, dan mengapa rasa takutku mulai pudar…dan mengapa aku tidak berhenti mengulum penisnya, apakah aku mulai menyukai permainan ini…ada banyak tanya dihatiku sementara mulutku terus mengulum penis abangku dan dia pun mulai menggerak-gerakkan penisnya keluar masuk dimulutku, dan makin lama gerakannya makin cepat dan kuat menekan masuk sebanyak yang dia inginkan bisa masuk.
Aku tak hentinya merasa mual sewaktu penisnya didorong kuat menembus lebih dalam kerongkonganku, sekali-sekali dicabutnya penisnya dari mulutku dan biarkan aku coba bernapas lega dan mulutku banyak mengeluarkan air ludah. Diujung penis abang tiriku, dapat kulihat ada cairan kilat dan sedikit menetes keluar dari mulut penisnya, dan saat dia mendorong penisnya masuk lagi dalam mulutku aku rasakan cairan diujung mulut penisnya itu terasa sedikit asin, tapi aku terus mengulum penisnya lagi.
Rasa suka mengulum penisnya mulai kusadari, rasa suka dan kagum pada tubuh kekar bang Arif juga mulai datang dalam hatiku, aku merasa sedikit tidak terpaksa lagi melakukannya. Lama sekali rasanya aku diminta melakukan itu, hingga sepuluh menit kemudian penisnya dicabut dari mulutku dan bang Arif pindah posisi kembali membuka kedua pahaku lebar-lebar dan dia dalam posisi berbersimpuh diantara selangkangan pahaku. Sambil mengatakan kalo aku gak perlu takut dan dia akan memberi kenikmatan padaku, dia juga bilang kalo dia sangat sayang padaku dan segera diletakkannya penisnya persisi dibibir vaginaku.
Digerak-gerakkannya penisnya seperti mengelus-elus bibir vaginaku, dan aku tetap memperhatikan setiap aksinya dalam keadaan rasa takut, tiba-tiba rasa takut dan cemas muncul dipikiranku, karena aku tau kalo dia bakalan memasukkan penisnya sangat besar dan sedang menegang itu kedalam vaginaku. Aku menyadari rasa cemasku karena aku belum siap melakukan itu, aku masih terlalu belia, aku adalah gadis perawan umur 13 tahun dan vaginaku gak mungkin mampu menerima penis abangku yang memang kusadari sangatlah besar. Mungkin perempuan dewasa pun akan merasakan sakit yang sangat kalo vaginanya dimasuki oleh penis bang Arif yang ukuran super besar itu, sesuai dengan postur tubuhnya yang tinggi besar dan tegap.
“abang sayang sama adek…adek sayang kan sama abang…adek maukan muasin abang, abang janji gak bakalan nyakitin adek, tapi adek juga janji ya jangan ceritakan pada siapapun…ini rahasia kita berdua…”, saat dia mengatakan itu aku gak menjawabapapun selalin rasa takut terus menghantui pikiranku.
“adek takut bang..adek gak bisa…”, suara serak dan airmataku menetes lagi untuk kesekian kalinya,
aku juga masih berharap kalo bang Arif gak usah melakukannya, berharap kasihan padaku dan menghentikannya.
“Mulanya aja nanti sakit, abis itu gak apa-apa kok..asalkan adek nurut aja dan mau belajar menikmatinya…abang yakin adek akan merasa nikmat juga…”, ucapnya sangat lembut tapi gak mampu mengobati rasa takutku.
Aku gak bisa bayangkan gimana rasa sakitnya nanti kalo penisnya yang sangat besar sebesar mirip pisang raja itu gedenya.
“adeek…abang masukin ya…”, dia memohon lembut dengan wajah memohon, aku gak jawab dan segera kurasakan kalo bang Arif mulai menekan penisnya mencoba menerobos vagina perawanku yang saat itu juga belum ditumbuhi bulu.
Penisnya yang gede itu menusuk-nusuk dikit-dikit dan agak pelan, sungguh aku amat takut menanti apa yang akan terjadi, lalu bang Arif kulihat meludahi tangannya dan ludahnya dioleskannya kebagian kepala penisnya. Aku gak tau apa tujuan dia melakukan itu, aku gak ngerti sama sekali, bahkan dia juga mengoleskan ludahnya kevaginaku.
Saat vaginaku selesai diolesi dengan air ludahnya, dia langsung meletakkan penisnya kevaginaku, dan mulai menekannya, menusuknya dikit dikit, aku merasakan penisnya mulai masuk sedikit dan ditekannya lagi, lagi dan lagi, tapi tak juga berhasil menmbus lobang vaginaku. Sepertinya bang Arif sadar kalo vaginaku terlalu kecil untuk dimasuki penisya yang sangat besar. Dan dia menindihku, menciumi leherku, telingaku, dan seluruh wajahku. Terakhir dia menjilati payudaraku yang saat itu belum tumbuh normal layaknya gadis remaja.
Payudaraku masih mulai berbentuk tapi belum sempurna. Jilatan lidahnya dibagian payudaraku membuatku merasa nyaman, membuatku merasa seperti mengalami suatu yang belum kurasakan seumur hidupku, aku merasa suka dengan apa yang sedang dilakukan bang Arif abang tiriku. Aku menggeliat dan kepalaku seperti meronta-ronta menggeliat kekanan dan kekiri menahan suatu rasa yang sangat membuatku nyaman dan menyukainya. Dia terus menjilati bagian pentil payudaraku yang mulai belum tumbuh sempurna berwarna kemerahan.
Aku pegang kepala bang Arif berusaha menjauhkannya dari tubuhku, karena aku gak tahan merasakan geli dan rangsangan yang mulai datang dalam diriku. Tapi dia berusaha terus menjilati bagian sensitif payudaraku yang membuatku semakin terangsang dan sepertinya aku sangat menyukai aksinya. Tiap jilatannya membuat rasa nikmat, membuatku semakin pasrah dan membiarkannya meneruskannya.
“adek suka kan..?”, tanyanya saat aku merasakan nikmat sampai menutup mataku karena gak tahan menikmatinya. “sekarang abang masukin ya…abang sudah gak tahan ingin rasakan vagina adek, abang sangat menyukaimu dek, adek maukan ngentot sama abang”, bisiknya pelan ketelingaku dan aku diam saja.
Lau dia ganti posisi seperti semula melebarkan lagi kedua pahaku dan dia seperti bersimpuh dengan kedua lututnya juga agak dilebarkannya diantara selangkanganku.
“tahan ya sayang…gpp kok”, ucapnya setelah melumuri vaginaku dengan air ludahnya.
Dan penisnya ditekan-tekan manusuk lobang vaginaku, terasa amat sakit karena saat itu penisnya berhasil didorong menembus dikit kedalam vaginaku. Sekali lagi ditekannya kuat dan langsung kuarasakan kalo bagian kepala penisnya seakan sudah masuk semua kedalam vaginaku, aku menjerit,
“aduuuh bang…saliiit…uuuh..”, rintihku karena gak tahan menahan sakit.
Tapi bang Arif gak peduli dengan rintihanku, dia malah menusukkan penisnya lebih kuat lagi menekan masuk kevaginaku, dan aku rasakan vaginaku seperti robek seakan ada yang koyak pada bagian lobang vaginaku. Aku langsung menjerit sangat kuat karena gak tahan, lalu bang Arif menjatuhkan badannya diatas tubuhku dengan tetap membiarkan peninsya ada dalam vaginaku. Diciuminya bibirku dan dilumatnya mulutku hingga suara jeritanku tak terdengar lagi karena mulutnya menutupi mulutku dan disedot-sedotnya mulutku. Sementara badanku menjadi menegang kaku menahan sakit dan perih dibagian vaginaku, atau mugnkin juga aku semakin takut karena rasanya robekan dalam vaginaku mengeluarkan darah dari dalamnya.
“gak apa-apa sayang baru masuk dikit kok, sakitnya cuma bentar…”, ucapnya sambil mendorongkan penisnya dengan gerakan tiba-tiba ditekannya sangat kuat sekali…
hingga kurasakan penisnya masuk lebih dalam lagi ( mungkin sebagian dari penisnya sudah masuk tertelan kedalam vaginaku yang sangat sempit dan kecil).
“aduuh yaaang…enaknyaaaa….sempit banget yaaang…”, ucapnya saat itu, tapi dia gak menekan penisnya lagi dan berhenti menusuk vaginaku,
sementara tubuhku semakin kaku dan kedua tanganku berusaha mendorong badannya yang sangat besar dan berat. Tapi tenagaku gak mampu mendorong badannya sedikitpun.
“ampun baang…sakiiit…aduuuuh…uuuuh…”, rintihku terus menerus saat kurasakan darah perawanku mengalir keluar pada bagian bibir vaginaku…”.
“ditahan ya sayang…ditahan…”, ucapnya sambil menciumi keningku.
Ada lebih 1 menit penisnya diam dalam vaginaku, lalu beberapa detik kemudian aku rasakan penisnya meulai menusuk-nusuk dan badan bang Arif mulai bergerak naik maju mundur menindihku. Gerakannya semakin membuatku merasakan perih yang teramat perih, keparawananku telah direnggut bang Arif ( abang tiriku sendiri ).
Semakin lama gerakan badannya semakin cepat dan tusukan penisnya semakin kuat menerobos masuk lebih dalam seakan merobek-robek lobang vaginaku, rasanya rongga vaginaku kaku dan terasa penuh menjepit penisnya. Dan sungguh aku benar-benar gak sanggup menahan perih. Dan aku sampai gak sadarkan diri saat itu, aku gak tau apa yang terjadi selanjutnya. Aku terbangun dari sadar saat kurasakan ada bibirku. Da aku mendengar suarabang Arif berkata,
“sudah bangun sayang…makasih ya sayang…abang sangat puas, dan abang juga tau kalo kamu tadi menikmatinya”. Saat itu aku lihat dia sudah memakai celananya dengan telanjang dada, dengan posisi duduk disebelahku mendekatkan wajahnya kewajahku.
Sementara tubuhku masih dalam kedaan telanjang. Segera dia menyuruhku memakai baju kembali, tapi pada saat aku akan bergerak bangun dan melangkah, aku langsung menrintih, karena rasa sakit yang sangat perih dibagian selangkanganku. Bang Arif membantuku memakaikan bajuku sampai selesai, dan dia juga menasehati agar aku jangan banyak bergerak dulu, dan membawakanku segelas air putih.
Rasa sedihku berkurang karena melihat perubahan yang terjadi pada abang tiriku, perubahan yang membuatku hampir tidak bisa mempercayai apa yang dilakukannya, baik sekali (ucapku dalam hati ). Saat itu juga dia memintaku agar kejadian ini harus dirahasiakan