TANTANGAN NIKMAT Cerita Sex Terbaru
Cerita Skandal – Peristiwa ini terjadi ketika aku Cerita Porno dengan 2 temanku, Yeni dan Ana, Cerita Sex menemani 3 orang Cerita Dewasa tamu. Yeni-lah yang mengajak aku dan Ana untuk menemaninya melayani ketiga tamunya, masing masing berpasangan.Setelah ngobrol sejenak di kamar hotel, kami ber-enam dengan 2 taxi menuju Club Deluxe di bilangan Tunjungan, mereka ingin santai dulu sambil berkaraoke di Club itu.Sebagian waitress dan mami ditempat itu sudah mengenali Yeni, apalagi aku yang sering sekali menemani tamu tamu bersantai disitu hingga Mami Mami disitu tak perlu repot mencarikan Purel untuk rombongan kami karena sudah cukup pasangannya.Setelah memesan minuman yang kebanyakan ber-alkohol, kamipun bernyanyi dengan modal nekat meski suara pas pas-an, yang penting enjoy dan tamuku bisa rileks disitu.Satu jam berlalu, snack dan minuman sudah berulang kali diganti dengan yang baru, entah berapa gelas alkohol yang telah mengisi rongga mulutku, aku tak bisa menghitungnya, kepalaku sudah mulai agak pusing. Untunglah Tomi, pasanganku, mencegah ketika aku pesan Singapore Sling, rupanya dia melihatku mulai agak mabok, sebagai gantinya dipesankan aku teh hangat.Slow dance, House Music, ataupun joget dangdut bergantian kami lakukan, tidak hanya dengan Tomi tapi tak jarang berganti ke Yudi ataupun Indra, temannya yang lain. Tak bisa dihindari tangan merekapun dengan nakalnya ikutan menjamah pantat dan terkadang buah dadaku, aku tak protes karena Tomi, pasanganku, malakukan hal yang sama pada Yeni atau Ana.Ketika lagu mandarinnya Andi Lau sedang dikumandangkan Indra dengan suara fals-nya, Yeni memanggil aku dan Ana ke Toilet di kamar itu, meninggalkan ketiga laki laki itu menyanyi sendiri.“Rek (panggilan khas Surabaya), kita taruhan yuk” sambut Yeni ketika kami bertiga di toilet.
Aku yang sudah terbiasa dengan berjudi jadi
tertarik.“Taruhannya gimana dan hadiahnya apa?” tanyaku penuh minat.“Kita
lakukan dengan cara yang berbeda dari biasanya” sambung Yeni, kulihat matanya
berbinar melihat aku dan Ana menyambut dengan antusias.“Begini, kita lakukan
oral pada pasangan kita masing masing, siapa yang bisa membuat orgasme pertama
dialah yang menang dan yang terakhir harus membayar, nomer 2 nggak dapat apa
apa..”“Setuju, berapa taruhannya?” potong Ana langsung dengan penuh percaya
diri.“Sabar dulu non, nah disini asiknya permainan ini, yang terakhir membuat
orgasme maka dia harus membayar uang bookingan pada tamu berikutnya, dimana
yang mencarikan tamu itu adalah pemenang pertama” jelas Yeni.“Jadi yang kalah
harus menyerahkan hasil bookingan untuk tamu yang dicarikan pemenang?” tanya
Ana seolah memperjelas.“Yap, dan tidak boleh menolak tamu macam apapun, apa itu
kaya, muda, tua pokoknya terima layani saja tamu yang dikirim pemenang, titik,
setuju?” jelas Yeni lagi.“Deal” tantang Ana.Aku diam saja.“Gimana Ly, berani
nggak?” tanya Ana sambil menatapku.Sebelum aku menjawab, pintu toilet dibuka,
Indra masuk.“Eh kalau arisan jangan di toilet dong, kami jadi batu nih
sendirian” celetuk Indra, tanpa mempedulikan kami dia langsung membuka
celananya dan kencing di kloset, kami terdiam.“Jangan lama lama ya, ntar kami
jadi patung lho” katanya sambil mencium bibir Yeni lalu keluar.“Aku sih setuju
aja, tapi usul boleh kan, supaya permainan lebih menarik dan menantang gimana
kalau taruhan dinaikkan, yang kalah menyerahkan hasil bookingan sekarang ke
pemenang pertama, dan juga menyerahkan uangnya pada bookingan berikutnya dari
tamu yang dicarikan pemenang pertama dan kedua, jadi looser loss all” usulku
penuh percaya diri karena yakin bisa mengalahkan mereka, aku sudah sering
melihat permainan oral Yeni sedangkan Ana meski belum tahu kelihaiannya tapi
rasanya tak mungkin kalah dengan Ana.Yeni diam memandang Ana.“Jangan terlalu
besar gitu ah, kasihan yang kalah nanti, gimana kalau setengah saja untuk
bookingan sekarang, anggap saja uang panjar” kata Ana.Setelah melakukan
beberapa perubahan akhirnya kami sepakat dengan beberapa perubahan aturan main,
pemenang dengan menelan sperma mendapat hadiah penuh bila tidak hanya separoh
yang didapat, apabila mau melayani tamu pilihan kedua pemenang sekaligus alias
2 in 1, maka cukup menyerahkan setengah perolehannya, sedangkan hasil bookingan
kali ini diberikan setengah ke pemenang pertama, Pemenang Pertama dan Kedua
diberi kesempatan untuk mencarikan tamu tidak lebih dari 3 hari atau hadiah
hangus. Mungkin kami sudah sama sama mabuk hingga melakukan taruhan yang nggak
umum ini, bertiga kembali ke ruangan karaoke ke pasangan kita masing masing,
kupanggil waitres yang siaga di depan pintu kamar.“Jangan sekali kali masuk
sebelum kami panggil dan tolong redupkan lampu itu” bisikku sambil menyelipkan
50 ribuan ke kantong bajunya.Kami minta ketiga laki laki itu duduk berjejer di
sofa panjang, tanpa bicara, kami langsung jongkok di depan pasangan kami,
mereka terlihat bingung tapi tentu saja senang dan gembira melihat kami mulai
membuka celananya dan mengeluarkan penisnya.Seperti dikomando, bersamaan kami
memasukkan penis itu ke mulut, perlombaan telah dimulai. Aku yang hanya
mengeluarkan penis Tomi dari lubang resliting rasanya kurang bebas, kubuka
celananya dan kulorotkan hingga ke lutut.Kujilati seluruh penis Tomi dari ujung
hingga lubang anus, kedua kakinya kunaikkan ke atas hingga aku bebas menyapukan
lidahku ke daerah sekitar selangkangannya, kudengar dengan jelas desah
kenikmatan dari Tomi, diiringi desahan Indra dan Yudi.Kukerahkan semua
kemampuanku untuk memenangkan permainan ini, sesekali kulirik Yeni menuntun
tangan Indra ke balik kaosnya, diremas remasnya buah dada Yeni.
Sedangkan Ana aku yang di ujung tak bisa melihat trik-nya
karena terhalang tubuh Yeni. Kepala kami bergantian turun naik di selangkangan
para laki laki itu, berlomba menggapai tepian nafsu yang tak bertepi.Beberapa
menit berlalu, aku semakin penasaran karena Tomi ternyata “bandel” juga, antara
mabuk dan nafsu membuatku semakin nekat, dengan maksud membuat Tomi cepat
terangsang dan orgasme, kubuka kaosku hingga menampakkan kedua bra hijau satin
transparan yang tak mampu menyembunyikan tonjolan buah dadaku dengan puting
yang tampak menerawang meski lampu agak redup.Tangan Tomi segera meraih dan
meremas remas kedua buah dadaku, tapi tampaknya dia ingin lebih, dikeluarkannya
buah dadaku dari sarangnya hingga menggantung bebas.Ternyata aku membuat
kesalahan fatal ketika melepas kaosku tadi, Indra yang duduk di sebelah Tomi justru
lebih sering melototiku, pada mulanya aku senang saja mendapat perhatian
darinya meski dia sedang memperoleh kuluman Yeni, malahan perhatiannya lebih
tercurah kepadaku saat Tomi mengeluarkan buah dadaku, padahal Yeni sudah
mengikutiku melepas kaosnya.Tiba tiba kudengar teriakan orgasme dari Indra,
teriakan seperti itu biasanya terdengar begitu penuh menggairahkan, tapi kali
ini terdengar sangat menyeramkan bagai petir di siang hari bolong. Aku sangat
kaget, hampir tak kupercaya bahwa dia yang menurutku permainannya biasa biasa
saja, tidak istimewa.Aku dan Ana menghentikan kuluman sejenak untuk melihat
apakah dia menelannya atau tidak, dan kembali aku terkaget saat Yeni menelan
dan menjilati sperma yang ada di mulut dan tangannya itu seperti menjilat ice cream,
tak biasanya dia melakukan itu. Sungguh dengan telak dia mengalahkan aku pada
situasi yang seharusnya aku menangkan.“Oke nona nona manis, aku sudah selesai”
katanya seraya berdiri menuntun pasangannya ke toilet, sepertinya melanjutkan
permainan, namun dia sempat menerangkan lampu kamar, biar permainan lebih seru,
katanya.Kini tinggal aku dan Ana yang masih berjongkok dalam terangnya lampu
kamar karaoke. Kamipun kembali berlomba memacu nafsu menuju garis tepi. Sudah
kepalang tanggung, aku nggak mau menjadi pecundang, kulepas bra yang menutupi
dadaku, supaya Tomi lebih bergairah, kurasakan penisnya semakin menegang dalam
mulutku, akupun semakin liar mengulumnya, bahkan bertambah nekat, celanaku-pun
akhirnya melayang dari tubuhku, menyisakan celana dalam mini string yang masih
menempel.Sempat kulihat mata Yudi melotot melihat tubuhku yang hampir
telanjang, desahan Tomi semakin keras seakan mengimbangi alunan musik dari
karaoke box yang masih terus bernyanyi tanpa ada yang memperhatikan.“Wow,
semakin panas nih permainan” komentar Yeni ketika keluar dari toilet, aku tak
memperhatikan lagi karena sedang memacu nafsu Tomi menuju puncak.“Aku akan jadi
jurinya” lanjut Yeni sambil duduk di pangkuan Indra di sofa seberang.Sambil
menyusurkan lidahku di selangkangan Tomi, kulirik Ana yang tengah asik mengulum
penis Yudi, pandanganku bertatapan dengan Yudi yang tengah mengamati tubuh
terutama buah dadaku nan tengah dalam remasan pasanganku. Kembali kepala kami
mengangguk angguk diselangkangan pasangan masing masing, memacu nafsu menuju
tepian birahi.Namun untuk kedua kalinya aku dikagetkan teriakan orgasme yang
serasa menggelagar bagaikan suara guntur di siang hari, merontokkan segala
kebanggaan yang selama ini kumiliki. Teriakan itu sepertinya sangat
menyeramkan, baru kali ini aku begitu membenci teriakan orgasme dari laki laki,
terutama dari Yudi, lemaslah lututku seketika.Kini kulihat Ana tengah menjilati
sperma yang ada di bibir dan sekitar wajahnya sambil tersenyum penuh kemenangan
memandangku, pandangan itu terlihat begitu penuh cemooh kemenangan, aku benar
benar merasa bagaikan seorang pecundang dihadapan Ana dan Yeni.Meski sambil
memendam kekesalan karena kalah, aku tetap melanjutkan kulumanku pada Tomi
hanya untuk menyenangkan hatinya, namun hingga beberapa menit kemudian, tak
terlihat ada tanda tanda menuju puncak, akhirnya aku menyerah dan menghentikan
kulumanku, untungnya dia nggak marah.“Nggak apa, kita lanjutkan nanti di hotel”
katanya sembari mencium bibirku.
Dengan agak keras karena kesal, kuhempaskan tubuh hampir telanjang ke sofa diantara Yudi dan Tomi, aku benar benar kecewa dengan penampilanku sendiri, sungguh kusesali kekalahan dari Yeni dan Ana, bukan uang yang kupikirkan tapi lebih pada kebanggaan bahwa aku kalah dengan mereka pada situasi yang tidak kuharapkan.“Tom, untung kamu dapat Lily, disamping body-nya oke, oralnya juga hebat lho aku perhatikan tadi” kata Yudi, kuanggap sebagai hiburan.“Kalau saja dia nggak telanjang gitu, mungkin dia yang menang” lanjutnya mengagetkanku.“Jadi..” tanyaku“Ya, aku melihat bagaimana kamu ber-karaoke dengan tubuh hampir telanjang, makanya cepat naik” akunya cukup mengagetkanku, tak kusangka aku membuat kesalahan sefatal itu, kesalahan yang tanpa kusadari memberi peluang menang pada sainganku, mungkin juga Indra melakukan hal yang sama dan ternyata hal itu diakui olehnya.“Melihat live show sambil di-oral tentu lebih cepat dibandingkan pemainnya sendiri” timpal Indra berteori sambil memangku dan memeluk Yeni, keduanya tertawa.Dengan membawa kekalahan telak, kami kembali ke Hotel, aku masih kesal dengan kekalahanku ini tapi Tomi menghibur dengan membesarkan hatiku untuk mengembalikan kepercayaanku.“Kamu sangat baik kok, cuma karena kalah strategi dan aku juga memang sangat jarang bisa orgasme hanya dengan oral, apalagi rame rame seperti itu, pasti nggak akan bisa keluar, Yeni tahu itu” katanya sesampai di kamar hotel. Aku terperangah, berarti aku sudah “dijebak” oleh Yeni, tetapi dia hanya tertawa saat kutelepon tentang pengakuan Tomi.“Deal is deal” katanya sambil menutup HP-nya, aku dongkol bukan karena kehilangan uang tapi merasa dipermainkan, awas kubalas nanti, tekadku dalam hati.Aku menghindar saat Tomi tanya soal uang taruhan permainan tadi, dia mau mengganti karena dia juga merasa terlibat.“Urusan wanita” jawabku singkat sembari melepas pakaianku untuk kedua kalinya, namun kali ini benar benar telanjang dihadapan Tomi yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.“Body kamu bagus, kencang lagi” katanya sembari mengelus dan meremas buah dadaku, padahal dia sudah melakukannya sedari tadi.Masih dengan pakaian lengkap, bibirnya langsung mendarat di puncak bukitku, dijilat dan dikulum penuh hasrat birahi, aku mendesah perlahan merasakan kegelian nan nikmat.Tomi menelentangkan tubuh telanjangku di ranjang, secepat kilat dia melepas pakaiannya hingga kami sama sama bugil. Sedetik kemudian kepala Tomi sudah berada diantara kedua kakiku dengan lidah menari nari menyusuri klitoris dan daerah vagina. Dengan rakus dia menyedot cairan basah yang ada di vaginaku, aku menjerit mendesah nikmat sambil meremas remas rambutnya.Lidahnya cukup lincah menikmati detail vaginaku yang telah merasakan 2 penis dari tamu sebelumnya, Tomi adalah tamu ketiga-ku di hari itu. Kami berposisi 69, saling melumat dan saling membagi kenikmatan birahi. Aku-pun mulai menapak bukit menuju puncak kenikmatan bersamanya.Hanya dengan sekal dorong, melesaklah penisnya memenuhi vaginaku, tidak sebesar tamuku sore tadi tapi tetap saja terasa nikmat, apalagi ketika dia mulai mengocokku dari atas sambil menciumi bibir dan leherku, membuat semakin melayang cepat menuju puncak.Tidak seperti saat oral tadi, hanya beberapa menit berselang dia mengocokku menyemburlah spermanya memenuhi vagina dengan kuatnya, aku menjerit terkaget nikmat menikmati denyutan demi denyutan hingga tetes sperma terakhir.“Kamu terlalu sexy, nggak tahan aku lebih lama lagi” katanya seraya turun dari tubuhku, padahal aku masih setengah jalan ke puncak.Mungkin karena foreplay terlalu lama atau masih terpengaruh suasana di tempat karaoke tadi makanya begitu cepat dia selesai, pikirku.“Nggak apa, kan ada babak kedua, waktu kita masih panjang nggak usah buru buru” hiburku sambil meraih penisnya, dengan nakal aku menjilati sisa sperma yang masih ada di batang kejantanannya dan mengulumnya, dia menjerit kaget tapi tak menolak, aroma sperma begitu kuat menyengat hidung.Malam itu kami habiskan dengan penuh nafsu birahi hingga pagi, meski Tomi tidak bisa bertahan lama tapi dia begitu cepat recovery, satu posisi satu orgasme hingga tak terasa 5 babak kami lewatkan hingga menjelang pagi dan kamipun tertidur setelah matahari mulai mengintip dari ufuk timur.Belum lelap tidurku ketika terdengar telepon berbunyi, Tomi mengangkatnya, ternyata dari Ana yang ingin bicara dengan aku.
Baca Juga Cerita Porno : Bermain Dengan Paman
Dia menawari setelah selesai dengan Tomi untuk gabung dengan
Yudi, diluar kesepakatan tadi karena ini permintaan Yudi.“Aduh, aku masih capek
nih, barusan juga tidur, kalian udah ganggu” jawabku dengan mata masih berat
karena ngantuk dan pengaruh alkohol semalam.Ana nggak menyerah begitu saja, kini
gantian Yudi yang bicara mendesakku, akhirnya aku sanggupi tapi setelah beres
dengan Tomi. Kembali aku dan Tomi melanjutkan tidur berpelukan dengan tubuh
masih sama sama telanjang, selimut menyatukan tubuh kami di atas ranjang.Belum
lelap tidurku, kembali telepon berbunyi, Tomi mengangkat dan langsung
menyerahkan ke aku, dengan mata agak tertutup kuterima juga. Ternyata Yeni, dia
mengajak untuk bertukar partner, sebenarnya aku agak malas
meladeninya.“Terserah Tomi deh” jawabku setengah ogah ogahan.Ternyata Tomi
nggak mau menukar aku dengan Yeni.“Mendingan sama kamu aja, lebih pintar dan
liar, lebih sexy dan lebih montok meski Yeni nggak kalah cantik sih, juga aku
udah sering sama Yeni” katanya tanpa membuka matanya.“Dia nggak mau, masih
capek katanya, kita barusan tidur” jawabku berbohong.“Ya udah kamu yang kesini
gih, kita keroyok Indra” ajak Yeni.Aku bingung karena sudah menyanggupi Ana,
entah kenapa kok semua menginginkan aku padahal mereka sudah punya pasangan
masing masing, mungkin karena tergoda penampilan dan postur tubuhku semalam,
meski aku kalah telak.“Tapi aku udah janji sama Ana ngeroyok Yudi setelah ini,
kamu sih teleponnya telat” jawabku.Meski Indra ikutan membujukku, aku tak bisa
memenuhi ajakannya, kudengar nada kecewa darinya tapi apa boleh buat first in
first serve.Pukul 11 siang kami mandi bersama, itupun setelah Ana berulang kali
menelepon untuk segera datang. Di kamar mandi kami lanjutkan satu babak
permainan lagi. Tomi harus segera terbang ke Balikpapan, itulah sebabnya dia
harus check out duluan.Setelah berpakaian rapi kami menuju kamar Yudi, sengaja
tak kukenakan bra dan celana dalamku karena toh sebentar lagi akan dilepas
juga, padahal kaosku cukup menerawang transparan, kalau saja ada yang
memperhatikan pasti dia bisa melihat bayangan putingku yang menonjol dibalik
kaos Versace-ku, Tomi hanya tersenyum melihat kenakalanku.Ternyata Ana dan Yudi
belum berpakaian, mereka sedang makan pagi hanya mengenakan balutan handuk di
tubuhnya.“Eh masuk, kami barusan makan pagi atau makan siang nih” sambut Ana
sambil mendaratkan ciumannya di bibir Tomi, begitu juga Yudi menyambutku dengan
pelukan dan ciuman bibir, pasti dia bisa merasakan buah dadaku yang tidak
terlindung bra.“Yud, aku harus segera terbang, titip Lily ya” kata Tomi sambil
menyalami sobatnya.“Sip, nggak usah khawatir kalau dengan aku, pasti well
maintained” balas sobatnya.“Oh ya, sebentar lagi si Indra juga terbang ke
Denpasar, kalau kamu mau Yeni juga hubungi aja dia” lanjut Tomi.Setelah
memberikan ciuman di bibir padaku dan juga pada Ana, dia meninggalkan kami
bertiga.“Ini dia yang sok pamer semalem” kata Yudi seraya menarik tubuhku dalam
pelukannya dan disusul ciuman pada leherku. Aku spontan menggelinjang geli,
tangan Yudi sudah menyelinap di balik kaos dan mulai meremas remas buah dadaku.
Ana hanya mengamati sambil meneruskan makannya seakan tak terpengaruh
kehadiranku.Kubalas cumbuan Yudi dengan menarik handuknya dan kugenggam
penisnya yang mulai menegang, tak kusangka ternyata lebih besar dari
perkiraanku semalam, bahkan melebihi punya Tomi. Satu persatu pakaianku
terlepas hingga kami sama sama telanjang, namun dia tak melanjutkan cumbuannya,
ditatapnya tubuhku yang sekarang telanjang sama sekali.“Kita makan dulu yuk”
ajaknya setelah mengamati tubuhku dari atas bawah depan belakang.Secepat
mungkin kami menghabiskan makanan yang tersedia di meja tanpa sisa, aku tak
bisa menolak ketika Ana dan Yudi mengajakku mandi lagi.Ketiga tubuh telanjang
kami akhirnya ber-basah basah dibawah siraman air hangat dari shower, aku benar
benar diperlakukan bak ratu oleh mereka, Yudi menyabuniku dari depan sementara
Ana dari belakang, padahal setengah jam yang lalu aku sudah mandi.Empat tangan
berada di kedua buah dadaku, aku terjepit dalam pelukan mereka di depan dan
belakang, ada erotisme tersendiri seperti ini.Yudi membalik tubuhku hingga
berhadapan dengan Ana, kami saling berpelukan ketika kaki kiriku diangkat ke
bibir bathtub.
Kupeluk Ana erat saat penis Yudi mulai mengusap bibir
vaginaku dari belakang, dan pelukanku semakin erat ketika dia melesakkan
penisnya, diiringi desah kenikmatanku.Siraman air hangat mengiringi kocokan
Yudi padaku, semakin lama semakin cepat dan semakin keras pula desahanku,
remasan Yudi dan Ana semakin liar menggerayangi buah dadaku. Hentakan demi
hentakan keras menerjangku, semakin aku mendesah liar dalam nikmat.“Ih kamu
berisik juga ya” komentar Ana karena baru pertama kali aku melakukannya dengan
dia, tapi aku tak peduli, kebanyakan laki laki menyukai “kebisingan” seperti
ini.Aku dan Ana bertukar posisi, giliran Yudi mengocoknya, ternyata dia juga
berisik meski tak seheboh aku, berulang kali dia meremas buah dadaku, begitu
juga dengan Yudi karena punyaku memang lebih montok dari Ana tentu lebih pas
pegangannya.“Pindah ke ranjang yuk” ajakku beberapa saat kemudian, mereka mengikutiku
setelah saling mengeringkan badan dengan handuk.“Ntar kita panggil sekalian
Yeni, sekalian kita berpesta pora” lanjutnya.Yudi langsung telentang di
ranjang, aku dan Ana sudah bersiap di selangkangannya tapi dia minta aku
sendirian mengulum penisnya.“Biar kurasakan nikmatnya kulumanmu seperti yang
kamu berikan pada Tomi semalam” katanya sambil meminta Ana bergeser ke
pelukannya.Aku segera memenuhi permintaannya, kujilati seluruh daerah
selangkangannya hingga ke lubang anus, Yudi menjerit kaget dan geli sambil
mengumpat tak karuan karena nikmatnya. Kuangkat kakinya ke atas hingga aku bisa
dengan bebas menyusurkan lidahku antara lubang anus hingga ke ujung penis,
bukan main, teriaknya tak menyangka mendapatkan perlakuan semacam itu, padahal
aku belum mengulumnya, hanya permainan lidah saja.Melihat permainan oralku Ana
menjadi gemas dan mengikutiku, dua lidah dan dua bibir menjelajah di
selangkangan tanpa ada yang mengulum, Yudi semakin kelojotan. Entah mengapa ada
perasaan ingin membuktikan bahwa aku tidak layak kalah dalam oral dengan Ana,
meskipun kenyataan semalam mengatakan sebaliknya, itu hanya faktor
keteledoranku semata, pikirku.Tanpa memperhatikan Ana, dia minta 69, meskipun
begitu aku dan Ana tetap mengeroyok di kedua pahanya, bergantian kami mengulum
dan menjilat seakan ingin menunjukkan siapa yang lebih unggul.“Udah ah aku
nggak tahan lagi” teriak Yudi memintaku turun.Sedetik setelah aku turun, Ana
sudah bersiap melesakkan penis Yudi ke vaginanya, dia sudah memposisikan
dirinya di atas.“Aku duluan ya, udah nggak tahan nih” katanya seraya perlahan
menurunkan tubuhnya membenamkan penis itu di liang kenikmatannya.Aku hanya
tersenyum bergeser ke belakang Ana, kupeluk dia dari belakang sambil meremas
remas buah dadanya yang tidak sebesar punyaku sambil menggeser geserkan
putingku ke punggungnya. Tak menyangka kuperlakukan seperti itu, dia menjerit
dan menggelinjang, tentu saja yang paling menikmatinya adalah si Yudi.Gerakan
Ana kacau di atas, apalagi saat Yudi ikutan menjamah dadanya. Kualihkan sasaranku
ke paha dan kaki Yudi, dia menjerit ketika lidahku terus menyusur dari paha
hingga jari jari kakinya, dan semakin mendesah ketika kukulum jari jari kaki
itu.Kedua manusia yang sedang bercinta itu menggeliat, meracu nggak karuan.
Kini mereka saling mengocok sambil berpelukan seakan melupakan keberadaanku di
kamar itu.Tiba tiba telepon berbunyi, dengan seijin Yudi, kuangkat, ternyata si
Yeni, dia kaget saat tahu aku ada di kamar Yudi, padahal sudah aku kasih tahu
tadi. Yudi dan Ana tak peduli, mereka tetap mendesah keras meski bisa didengar
dari telepon.Ternyata Yeni sudah selesai sama Indra, sebenarnya dia mau ngajak
check out bareng bareng, tapi sepertinya Yudi mau extend jadi mungkin dia harus
check out duluan.“Suruh mereka kemari sebentar sebelum check out” teriak Yudi
sambil merasakan kocokan Ana.“Tuh kamu udah dengar sendiri kan” kataku lalu
menutup telepon.Ternyata Ana tak bisa bertahan lama, dia terkapar tak lama
kemudian mendahului pasangannya, aku segera mengganti posisinya dengan posisi
yang sama. Begitu penis Yudi membenam, langsung kugoyang pantatku berputar dan
turun naik, kuhentakkan pantatku ke tubuhnya dengan keras, ingin kubuktikan
kalau aku lebih hebat dan lebih liar dari Ana, tak pantas aku kalah semalam.
Yudi menarik tubuhku dalam pelukannya tanpa menurunkan irama
permainan, kamipun berguling tak lama kemudian, aku dibawah. Dengan bebasnya
dia mengocokku membuat kami saling mendesah bersahutan.Cukup lama Yudi
menyetubuhiku, tidak seperti Tomi yang cuma satu posisi setiap babak, sudah
berganti bermacam posisi dan tempat dia belum juga orgasme, entah sudah berapa
menit berlalu, akupun semakin menikmati permainannya.Bel pintu berbunyi saat
Yudi mengocokku dari belakang.“Pasti Indra dan Yeni, An, buka pintunya dong”
perintah Yudi tanpa berusaha untuk berhenti.“Wah lagi pesta nih” kudengar suara
Indra, pasti dia sudah mendengar desah kenikmatanku.“Ndra, masuk, sorry lagi
tanggung nih” sapa Yudi tanpa menghentikan kocokannya, sesaat agak risih juga
dilihat mereka.“Sayang banget aku harus segera cabut” lanjutnya saat melihat
temannya sedang menyetubuhiku dengan penuh gairah.Indra dan Yeni bukannya
segera pergi tapi justru duduk di sofa melihat permainan ranjang kami, sesekali
Indra mendekat untuk melihat lebih jelas expresi kenimkatan dariku. Tanpa kusadari
ternyata dilihat mereka aku jadi semakin liar mengimbangi kocokan Yudi dan
Indra-pun makin dekat malahan duduk di tepi ranjang.Tadi pagi aku sudah
merasakan permainan Tomi, sekarang dengan Yudi, mungkin nggak ada salahnya
kalau sekalian ku-servis Indra, sekalian aku bisa menikmati ketiganya, pikirku
melihatnya begitu antusias.“Mau coba?” tanyaku menggoda disela desahanku, dia
diam saja memandang ke Yudi trus berganti ke Yeni dan Ana seakan minta
persetujuanTanpa persetujuan Yudi, kudorong dia hingga penisnya terlepas lalu
aku menggeser tubuhku hingga pantat atau vaginaku menghadapnya, aku tak peduli
apakah ada sperma di vaginaku.Indra terbingung sesaat seolah tak tahu harus
ngapain padahal aku yakin dia menginginkannya. Hanya beberpa detik dalam kebingungan,
segera dia mengeluarkan penisnya lewat celah resliting celana.Diraihnya
pantatku bersamaan dengan sapuan penis ke vagina, disusul dorongan perlahan
melesakkannya ke dalam, penis yang tidak besar itupun terbenam semua, tidak
sebesar punya Tomi apalagi punya Yudi, tapi yang namanya penis sebesar apapun
tetap nikmat rasanya and I love it.Tangan Indra mulai mengelus punggungku terus
merambah ke dada sambil tetap mengocok semakin cepat, kulirik sepintas Yeni,
Ana dan Yudi duduk di sofa melihat kami, siapa peduli.Kocokan dan sodokan Indra
semakin cepat dan keras seakan memburu untuk segera menggapai puncak dengan
cepat, aku tahu dia memburu waktu. Kugoyang goyangkan pantatku supaya Indra
bisa segera menuntaskan hasratnya.Tiba tiba dia mencabut penisnya keluar dan
memintaku jongkok didepannya, kuraih penis itu dan segera kumasukkan ke
mulutku, hanya beberapa detik kulakukan oral Indra memenuhi mulutku dengan
spermanya diiringi erangan keras dan disaksikan mereka bertiga.Setelah
kubersihkan dengan mulutku, Indra memasukkan penisnya kembali dan berpamitan
menciumi satu persatu lalu menghilang dibalik pintu dengan diantar Yeni.“Nih
dari Indra” kata Yeni menyerahkan beberapa lembar 50 ribuan.Kini tinggal Yudi
dengan 3 gadis yang siap melayaninya. Akhirnya kami habiskan siang itu melayani
Yudi bergantian sampai dia minta ampun untuk beristirahat.“Ly, jangan dihabisin
disini, ntar malam aku ada tugas untuk kamu, jam 9 tepat, tempatnya aku kasih
tau ntar, aku udah atur untuk hadiahku sendiri dari kamu” bisik Yeni pada suatu
kesempatan.“Siapa dia? Apa aku kenal?” tanyaku penasaran.“Ada deh pokoknya,
kamu pasti kenal meski aku yakin kamu nggak pernah sama dia, pokoknya tidak
boleh nolak” bisiknya lagi penuh goda.Malam itu gantian Yeni yang menemani
Yudi, Ana ada bookingan lain begitu juga aku sudah tergadai oleh taruhanku
sendiri.Sambil menunggu jam 9 yang masih lama, aku menemani Yeni dan Yudi,
meski sebenarnya lebih tepat menjadi penonton permainan mereka karena Yeni tak
mengijinkanku ikut permainannya, biar nggak capek, katanya.“Kamar 812 hotel
ini, temui dia, sekarang orangnya udah check in dan menunggumu” perintahnya
setelah dia menerima telepon dari seseorang.“Sekarang?
Katanya jam 9, kan baru jam 6” protesku.“Ada perubahan, udah
sana pergi, dia tak mau membuang waktu”Segera kukenakan kembali pakaianku,
dengan make up sekedarnya akupun menuju kamar yang dimaksud. Bagiku tidur
dengan siapa saja bukanlah masalah karena memang profesiku, tapi membuat
penasaran tentu hal yang berbeda, di lift aku bertanya tanya siapakah yang
selama ini kukenal tapi nggak pernah tidur denganku, hingga sampai di depan
kamar 812 pertanyaanku belum juga terjawab.Pintu terbuka sedetik setelah bel
kutekan, muncullah wajah yang selama ini kubenci, dia adalah Jimmy Jemblung
alias JJ, seorang germo yang sudah berkali kali mengajakku tidur tapi tak
pernah kutanggapi dan selalu kutolak meski dia cukup sering memberiku order.“Eh
ngapain kamu disini, mana tamuku?” tanyaku langsung menerobos masuk, kupikir
dia sedang membawa seseorang, ternyata hanya dia di kamar itu.“He.. He.. He,
nggak ada siapa siapa non, kecuali aku dan akulah tamumu kali ini atas jasa
baik temanmu Yeni” jawabnya dengan senyum penuh kemenangan.Kuambil HP-ku dan
kuhubungi Yeni, tapi HP-nya nggak aktif.“Kurang ajar” teriak batinku.“Aku tahu
kamu kaget dan nggak suka tapi Yeni bilang kamu nggak akan bisa menolak,
makanya aku bayar 3 kali lipat dari biasanya” lanjutnya dengan wajah
menyeringai seperti srigala lapar hendak menerkam mangsa yang sudah tak
terjerat tak berdaya.Jimmy Jemblung yang akrab dipanggi JJ, meski dia chinese
tapi hitam dan perutnya buncit seperti orang bunting, di usianya yang menjelang
50-an, seusia Papa-ku, dia mempunyai koleksi yang cukup banyak dengan berbagai
tingkat harga, sebagai germo senior tentu tak susah mencari tamu, diluar itu
sebenarnya dia cukup baik dan perhatian pada anak buahnya meskipun aku yakin
semua itu ada niatan tersembunyi. Entah berapa anak buah yang sudah dia
“cicipi” namun beberapa menolak dengan tegas termasuk aku, meskipun begitu dia
tetap memberiku order, mungkin karena dianggap masih menguntungkan.Akhirnya aku
sadar bahwa aku tak bisa lari darinya, dan sebentar lagi aku masuk kelompok
yang telah “dicicipinya” dan tak lama lagi berita ini telah menyebar bahwa Lily
telah berhasil ditaklukkan si JJ.Karena jengkel dan kesal, kuhempaskan tubuhku
ke sofa, bersiap menerima terkaman ganasnya. Aku diam saja ketika dia menyusul
duduk disebelahku.“Kok cemberut gitu sih melayani tamu” godanya mulai menciumi
pipi dan leherku.Aku diam saja, kalau tamunya kayak kamu udah kutolak dari
tadi, jeritku dalam hati.“Akhirnya aku bakal membuktikan sendiri apa yang
selama ini dipuji puji para tamumu, seperti apa sih kamu dan bagaimana sih
servisnya, kalau tahu sendiri kan bisa lebih enak ceritanya” katanya lagi sembari
tangannya yang ber-rantai emas mulai menjamah buah dadaku sementara tangan
satunya sudah menyelinap di balik kaos di punggung, dipermainkan tali bra.“Kok
nggak dilepas sih, aku kan tamu yang membayar bukan gratisan, apa bedanya sih
dengan lainnya” ada nada protes dalam ucapannya yang menyadarkanku akan
kebenarannya, meski aku tak akan menerima duitnya.Dengan terpaksa kubuka
kaosku, dia bersiul ketika melihat hamparan dadaku yang masih tertutup bra
transparan, decaknya bertambah saat kulepas celana jeans yang menutupi bagian
bawah tubuhku, dicegahnya saat aku mau melepas bikini mini yang masih tersisa
menempel di tubuh.JJ berselonjor di sofa menunggu tindakanku lebih lanjut,
dengan agak ogah ogahan kulepas bajunya hingga terlihat perutnya yang buncit dan
dada berhias kalung rantai emas, ada tato di lengan dan dadanya. Tangan JJ tak
pernah lepas dari dadaku, meremas remas dan memainkan putinku. Tubuhku langsung
ditarik kepangkuannya setelah aku melepas celananya, ternyata dia sudah tidak
mengenakan celana dalam atau memang tidak pernah pakai.Bibirnya langsung
mendarat di leher, diciuminya dengan gemas bak kekasih yang melepas rindu, aku
hanya tengadah agak jijik menerima ciumannya.Satu jentikan jari melepaskan
bra-ku, dia memuji saat melihat keindahan buah dadaku yang menggantung dengan
sempurna tepat didepan hidungnya, diremas dengan penuh nafsu dan diusap usapkan
kepalanya diantara kedua bukitku.
Sedetik kemudian putingku sudah berada dalam mulutnya, dia
menyedot dengan nafsu yang menggelora sambil lidahnya bermain main pada puting,
akupun mulai menggelinjang geli sambil meremas kepala yang menempel di dada,
semakin lama jilatannya semakin menggairahkan dan mulai membawaku naik
birahi.Mulutnya berpindah dari satu puting ke puting lainnya seperti anak kecil
mendapat mainan baru, bibir dan lidahnya terus bergerak dari dada ke leher
dilanjutkan ke bibir, mulanya aku menolak ciuman bibirnya tapi lama kelamaan
akupun bisa menerima sentuhan bibirnya pada bibirku, bahkan membalas sapaan
lidahnya ketika menyapu bibir dan lidah kamipun bertautan.Tubuhku mulai merosot
turun dan bersimpuh diantara kakinya, penisnya yang tegang tidak disunat hanya
beberapa mili dari wajahku, kuremas dan kukocok kocok hingga semakin
menegang.Untuk ukuran dia penis itu cukup besar, aku tak menyangka sebelumnya,
kuusap usapkan pada kedua putingku lalu dengan gerakan nakal kusapukan pula
pada wajahk.JJ mulai mendesis sambil memandang tanpa berkedip saat lidahku
mulai menyentuh penisnya, pandangan kemenangan seakan menikmati bagaimana penisnya
memasuki mulutku, desahnya semakin keras mengiringi gerakan lidahku menyusuri
daerah selangkangan. Batang penis kususuri dengan lidah tanpa sisa hingga
kantong bola dan berlanjut sampai ke lubang anus. Dia menjerit kaget, seperti
halnya tamu lainnya saat kulakukan hal yang sama, tentu mereka tak mengira
kuperlakukan seperti itu.Terlupakan sudah bahwa aku sedang menjilati lubang
anus laki laki yang selama ini aku benci, meski agak susah kuangkat kakinya
supaya aku bisa lebih bebas menjelajahi daerah belakangnya. Kini aku
memperlakukan JJ sebagaimana mestinya seorang tamu yang harus aku puaskan, dan
dia memang berhak mendapatkan itu karena memang aku dibayar untuk memuaskannya
meski dalam hal ini aku tidak menerima duitnya.Desahan kenikmatan JJ makin menjadi
jadi, lidahku menjelajah tiada henti disekitar selangkangannya. Tanpa
mengulumnya, kutinggalkan dia dan kurebahkan tubuhku diranjang, JJ mengikutiku,
dilepa